Mohon tunggu...
Herman Seran
Herman Seran Mohon Tunggu... Petani - Petani

Pekerja swasta yang menulis sebagai hobi dengan ketertarikan multispektrum. Konsentrasi khusus pada valuasi projek, manajemen organisasi, pemberdayaan masyarakat, komunikasi dan negosiasi strategis dan ekonomi ekstraktif.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Suka Cita Panen, Politik, dan Harga Sebatang Rokok

3 Mei 2019   05:13 Diperbarui: 3 Mei 2019   14:50 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay

Mahasiswa, anak petani kecil, calon elite masa depan yang tak merasakan betapa sakitnya para alit menghasilkan uang 2000 perak, untuk dibakarnya dihisapnya untuk menggerogoti kualitas kesehatannya selama lima hingga tujuh menit. Itu harga sekilogram jagung di tingkat petani hari ini, yang ludes dibakar menjadi asap dan nikotin dalam beberapa menit.

Angka nominal 2000 rupiah ini tidak berubah bahkan sejak lebih dari lima tahun lalu, ketika saya mencari tahu permasalahan petani di kampung saya, mengapa banyak yang rela bermigrasi tanpa dokumen hingga tewas; dan jika sempat dikirim kembali sebagai pahlawan devisa yang diurusi mereka yang masih peduli mayat tak berguna, lalu dicibiri sebagai romantisme aktivis menjual penderitaan rakyat.

Isi lumbung dan isi kandang yang tumpah ruah tak mampu ditransformasi menjadi isi kantong di jaman semua serba butuh uang, apa lagi ditambah dengan politik lokal yang machiavelian dan lahan yang menyempit. Nilai riil komoditas pertanian sejatinya jauh lebih rendah jika harga nominalnya sama sekian tahun yang lalu digerogoti inflasi, itu kata ilmu ekonomi dasar.

Hingar bingar kampanye politik elektoral lima tahunan baru saja berlalu, kini para politisi menunggu hasil jualan mimpi mereka, rakyat kembali pada pergumulan hidup harian mereka. Dari musim tanam jagung hingga panen, petani menunggu sekitar 100an hari dengan berbagai macam keringat dan lecet mengurus ladang. 

Jika musim memihak aura sukacita panen menyeruak hingga menembusi relung terdalam pelintas seperti saya. Betapa tidak, mereka dapat memanen 2 - 3 ton per hektare, tingkat produksi umum ladang jagung di NTT. Deru dan debu selama tiga empat bulan hanya akan menjadi penantian semu alias pemberi harapan palsu kalau musim hujan lebih pendek. Bahkan akan punah harapan ibarat menanti kekasih yang tak datang karena penghidupan menjadi minus.

Menjadi petani selalu sakit dari dulu hingga sekarang dan entah mungkin sampai selama-lamanya, jika tak ada kebijakan politik yang memihak. Saat cuaca bersahabat panenan melimpah, tetapi harga menukik hingga titik nadir. Ketika musim berkata lain, aset hidup tergerus lantaran negative coping mechanism.

Tak perlulah kita heran kalau penghujung April 2019 kita menyambut setidaknya 39 korban yang tewas mengadu nasib sebagai buruh migran. Mengadu nasib di luar daerah adalah puncak es persoalan sosial kemasyarakatan desa-desa di Flobamora hari ini. Saat orang lain berbicara tinggal landas, kita justeru kelindas di landasan. Kita menunggu kebijakan dan keputusan politik yang memihak pada petani.

Amerika yang begitu kapitalis saja, menjadi sangat protektif kepada petaninya. Mengapa pula negara yang berdasarkan Pancasila ini tak mampu mengedepankan sila keadilan sosial bagi petaninya?

Ketika para politisi mengeluh karena biaya politik yang mahal, bahkan orang kampung lebih rela menjual suara mereka untuk sekilogram dua beras atau jagung karena mengharapkan political will para politisi untuk bekerja bagi kemaslahatan umum sama tak pastinya dengan ketidakpastian cuaca yang menentukan hasil panen.

Agenda para politisi dan partai politik taklah kasat mencerminkan amanat penderitaan rakyat. Politik uang dan menjual suara bagi masyarakat di desa adalah suatu pilihan rasional (rational choice) dan coping mechanism terbaik untuk situasi perpolitikan yang tidak kongruen antara kepentingan rakyat dan kepentingan elit.

Politisi dan intelektual yang menyalahkan rakyat, yang menjual suaranya, tak lebih dari usaha meludahi langit. Jika hendak mengikis politik uang maka politisi dan partai politik harus ada bersama rakyat saat mereka menderita didera kerasnya hidup. Sukacita panen harusnya berubah menjadi sukacita kesejahteraan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun