Paus Fransiskus melakukan kunjungan bersejarah ke Uni Emirat Arab pada 3-5 Februari 2019. Dalam kunjungan ini, seperti diberitakan Kompas.com, dilakukan penandatanganan Deklarasi Abu Dhabi yang ditandatangani bersama antara Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar, Dr Ahmed At-Tayyeb. Kunjungan ini bersejarah dan monumental karena merupakan kali pertama seorang paus mengunjungi Semenanjung Arab saat yang sama ketegangan intoleransi umat beragama dan perang atas nama agama mengekskalasi.Â
Kunjungan ini menunjukkan bahwa Paus yang bernama asli Jose Maria Bergoglio ini sungguh menampakkan penghayatan spiritualitas junjungannya, Fransiskus Assisi. Delapan ratus tahun yang lalu, ketika Perang Salib ke-5 sementara berkecamuk Fransiskus Assisi menantang maut untuk bertemu dengan Sultan Malik al-Kamil di tepi Sungai Nil, menawarkan pilihan perdamaian. Pertemuan tersebut merupakan tonggak sejarah perubahan paradigma orang Kristen terhadap saudara muslimnya. Fransiskus Assisi mendorong  cara pandang baru, yang menawarkan semangat hidup berdampingan antara orang kristen dengan kaum muslim. Suatu pandangan yang sangat radikal waktu itu. Paul Moses menggambarkan dengan jelas dalam bukunya yang diterjemahkan Adi Toha, Santo dan Sultan. Setelah 800 tahun semenjak tahun 1219, Paus Fransiskus kembali menawarkan jalan damai itu dengan perjalanan bersejarahnya ke Arab Saudi.
Fransiskus Assisi bagi orang Katolik adalah Santu yang sangat perduli dengan orang miskin, linkungan dan perdamaian. Bahkan, banyak kalangan percaya bahwa pada masanya, Fransiskus Asisi adalah pejuang pembaharuan spiritualitas iman katolik, yang mendobrak oligarki dan kolusi gereja dan pemerintah serta pengusaha. Fransiskus Assisi memilih meninggalkan kekayaan dan kehormatan sebagai bangsawan terhormat dan pedagang kaya untuk melayani orang miskin. Kota Assisi adalah saksi tentang spiritualitas katolik yang mengejawantah dalam peradaban. Pelajaran yang perlu ditiru oleh manusia jaman modern yang mendewakan ritual dan lupa spiritualistas, yang berujung pada penghayatan hidup keagamaan yang superfisial.
Semenjak terpilih pada tanggal 13 Maret 2013, Paus Fransiskus telah menunjukkan penghayatannya atas semangat Fransiskus Asisi ini. Ensiklik pertamanya, Laudato Si, merupakan seruan untuk perlindungan alam. Setiap perayaan Kamis Putih, Paus Fransiskus melakukan ritual mencium kaki yang dilakukan kepada para pengungsi, narapidana, dan sejenisnya sebagai representasi kaum papah dan terabaikan. Paus Fransiskus menyeruhkan pembaharuan terhadap berbagai pelanggaran dalam tubuh gereja katolik, termasuk pelecehan seksual dan korupsi dalam tubuh gereja, walaupun mendapatkan tantangan internal yang luar biasa. Awal tahun 2019 ini, mantan Uskup Agung Boenos Aires ini melengkapi penghayatan atas spiritualitas Fransiskus Asisi, dengan menjadi Paus pertama yang menginjakkan kaki di Semenanjung Arab, untuk mengulurkan tangan bergandengan memperjuangkan perdamaian semesta.
Tindakan Paus pertama dari Benua Baru ini, menjadi inspirasi bagi warga dunia untuk hidup berdampingan secara damai tanpa melihat agama maupun latar belakang lainnya. Bagi umat Katolik, Paus Fransiskus mengajarkan bahwa konservatif dalam iman tidak menjadi hambatan untuk mengusahakan perdamaian dengan mereka yang berbeda. Justeru menjadi konservatif dalam iman, orang kristen menghayati Kristianitas yang menawarkan jawaban bagi pencarian manusia yang tak berkesudahan: kehausan akan persekutuan yang membebaskan. Keutuhan alam ciptaaan yang membahagiakan.
***
Referensi
www.alvabet.co.id
www.cnnindonesia.com
jpicofmindonesia.com/pdf
www.kompasiana.com