Mohon tunggu...
Herman Susanto
Herman Susanto Mohon Tunggu... Human Resources - Film, Musik, Kuliner

Suka U2, Dewa, Wolverine, Batman, Marvel, Coklat, masakan ayam, sate, rawon, bakso, warna hitam, putih, abu abu, biru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pembunuh, Kesatria, dan Sang Biduan (Silat,Roman/17+)

12 April 2021   08:00 Diperbarui: 14 Juni 2021   09:47 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Puncak Bromo, tahun 1329 Saka (1447 Masehi), hari ke 13 bulan Wawu (Juli dalam kalender Masehi), pagi hari waktu gumatel (sekitar jam 9 pagi waktu modern), tiga sosok berdiri saling berhadapan di tengah hamparan padang pasir yang telah tertutup embus es. Dua laki laki dan seorang wanita. Abhinaya alias Cakra si Elang Kelabu - sang Pembunuh, usianya pertengahan 40 an, dengan rambut kelabu, berpakaian hitam dengan sikap siap menyerang dengan pedang paruh elang dalam genggaman tangan kanannya. Jarak 30 langkah di depannya berdiri Danur Wenda - sang Kesatria dengan pakaian perwira nya dengan kedua tangannya bersiap melancarkan jurus pamungkasnya Sahasra Jarum dan terakhir di sisi kanan dan kiri masing masing kedua laki laki ini berdiri wanita cantik yang dikenal sebagai Dahayu Jingga, Sang Biduan alias Adhista.

Pertemuan pagi itu merupakan puncak dari sebuah perjalanan yang berawal dari peristiwa 9 tahun yang lalu. Perampokan berdarah di rumah seorang bangsawan yang juga adalah pejabat wiyasa yang dilakukan oleh kelompok Ebuh Ireng (Kabut Hitam) berjumlah 5 orang yang dipimpin oleh Danta - tentara kadipaten Majapahit yang membelot pasca moksanya Mahapatih Gajah Mada. Sekalipun mereka hanya berlima, namun masing masing memiliki ilmu bela diri yang cukup tinggi, dan lihay. Disebut Ebuh Ireng (Kabut Hitam) karena kemunculan mereka ditandai dengan kabut hitam di tengah jalan sepi atau di dalam halaman rumah yang akan disantroni. Kelompok ini sebenarnya adalah kelompok bayaran, bekerja untuk siapa saja yang bersedia membayar mahal.

 Tahun 1320 Saka, hari ke 9 bulan Kanem (Desember dalam kalender Masehi) jelang tengah malam, hujan deras disertai angin yang cukup kencang mengguyur bumi watek MajaTunggal. Di halaman sebuah rumah yang cukup megah milik seorang bangsawan, berserak belasan mayat pengawal rumah bangsawan Ki  Paramandana, dihabisi oleh kelompok Ebuh Ireng, termasuk ke dua putra Ki Paramandana. Kini ke lima pendekar bayaran itu mengepung Ki Maja, putra tertuanya Janardana dan Cakra Bima pendekar pengelana yang tidak lain sahabat putra putri Ki Paramandana yang diangkat menjadi ketua pengawal rumah Ki Maja. Silih berganti Danta bersama ke empat anggotanya - Daksini, Penyihir, Cotha (sabuk) Setan, dan Ular Perak dan oleh sosok misterius yang menutup setengah wajahnya dengan kain, di tangan sosok ini Ki Paramandana tewas, sedangkan Janardana tewas dengan kepala terpenggal dikeroyok oleh Penyihir dan Ular Perak.

Cakra yang sempat melarikan diri namun terkejar oleh Daksini dan punggungnya membiru oleh hantaman sabuk kembar Cotha dari arah belakang yang membuatnya terlempar ke depan dan disambut oleh tusukan keris Daksini tepat di dada kirinya, sebelum akhirnya jatuh tercebur ke sungai kecil. Semua itu demi sebuah kotak berukiran buah Maja yang konon berisi kain yang digunakan oleh Gajah Mada untuk bersemedi hingga mati moksa setelah peristiwa Perang Bubad.  Kotak itu tidak pernah ditemukan, bersama dengan putri bungsi Ki Maja yaitu Adhista.

Delapan tahun berlalu, peristiwa berdarah itu sudah dilupakan orang. Desa ini mulai berkembang semakin ramai dengan dibukanya jalan yang menjadikan kota itu persinggahan untuk para pedagang, maupun petugas resmi kerajaan atau kadipaten. Pada tahun 1328 desa itu sudah berkembang seperti kota kecil, sebuah kota persinggahan yang nyaman, sejuk, mempunyai rumah makan yang juga sekaligus memberikan fasilitas penginapan dan pertunjukan wayang kulit dimana Dahayu Jingga adalah sinden favorit, selain menjadi sinden dia juga ditajuk sebagai biduan utama bila ada tamu penting Senopati Danur Wenda. Seringnya mereka bertemu menumbuhkan rasa cinta antara Senopati dan Dahayu.

Banyak lelaki yang tertarik pada Dahayu yang memang parasnya ayu, tinggi semampai, dan bersuara merdu, termasuk diantaranya Abhinaya -- seorang kepala keamanan penginapan Dasa Chitra, penginapan termewah di kota kecil itu.

Abhinaya dan Dahayu bertemu pertama kali 3 tahun yang lalu, ketika Dahayu pindah ke kota kecil yang ramah itu di bawah regu kawal Senopati Danur ( seorang Senopati adalah Kepala Tentara Kerajaan setara Komandan Resimen dengan pangkat Kolonel atau Brigjen) yang mengundangnya untuk menghibur tamu dari ibu kota kerajaan.  

Setahun setelah kedatangan Dahayu, terjadi peristiwa pembunuhan demi pembunuhan yang menimpa beberapa pendatang -- yang semuanya adalah anggota Ebuh Ireng. Tentu saja tak ada penduduk yang mengetahui kalau korban pembunuhan ini adalah komplotan yang terlibat dalam peristiwa pembantaian kediaman Ki Maja. Yang mereka tahu, para korban ini adalah orang orang yang terhormat, juragan lumbung padi (Sabuk Setan), pedagang obat obatan (Penyihir), lurah (Danta), dan guru tari (Daksini)

Mulai tahun 1278 hingga 1290, satu per satu anggota Ebuh Ireng tewas mengenaskan. Daksini terikat pada dahan pohon dengan posisi kepala ke bawah dengan mulut tersumpal batu,berjarak satu kaki orang dewasa dari api unggun menyala -- yang menghanguskan kepalanya perlahan sampai mati. Ke dua kerisnya diletakkan di dekat api unggun, yang satu patah dan satu lagi ke dua sisinya berbekas menahan bacokan senjata tajam.

Sabuk Setan, mayatnya terbagi empat penjuru mata angin. Setelah dilumpuhkan dalam pertarungan, kaki dan tangannya ditarik oleh empat ekor kuda hingga putus.

Penyihir, tewas kehabisan darah terkebiri tidak jauh dari rumah bordil setelah melompat dari kamar tempat dia menyewa seorang penghibur, sebelumnya terjadi pertarungan dari kamar hingga ke luar halaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun