Mohon tunggu...
Herliawan Setiabudi
Herliawan Setiabudi Mohon Tunggu... -

Just an ordinary Muslim who wants to be an extraordinary One!\r\n\r\nBerbagi ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Modal Usia dan Masa Muda

12 Mei 2015   10:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:08 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

KITA dicipta oleh Allah dengan modal umur. Dengan kata lain, kita diberi modal waktu. Modal itu Allah anugerahkan kepada kita agar kita manfaatkan untuk menabung pahala sebanyak-banyaknya. Maka rugi besar kalau kita tidak mengisinya dengan kebaikan. Sebab, secara otomatis akan terisi dengan keburukan.

Panjang-pendeknya umur kita, hanya Allah yang tahu rahasianya. Sewaktu-waktu, bisa saja Allah cabut nyawa kita. Maka, Allah selalu mengingatkan kita dalam Al-Quran:

“Jangan sampai kamu mati, kecuali dalam keadaan memegang iman (sebagai seorang muslim).”

Jadi, tugas kita adalah berislam 24 jam penuh dalam sehari-semalam. Tidak boleh ada putusnya. Jangan beri kesempatan sedikit pun pada nafsu kita untuk menguasai jalannya agenda hidup kita. Perangi, lawan, dengan segala kekuatan. Sedikit saja peluang terbuka, kita akan terseret jauh dan semakin jauh. Nafsu memiliki sifat selalu menyuruh kita untuk mendekat dan melakukan keburukan. Makanya, sering kita dengar istilah nafsu ammârah bis-sû` (nafsu yang selalu menyuruh untuk berbuat buruk).

Kalau ada bisikan setan untuk berbuat maksiat, segera usir dengan dzikir. Kita tidak boleh menganggap enteng. Memang pada mulanya sepele, tapi tanpa terasa perlahan-lahan kita terjebak dalam perangkapnya yang semakin dalam dan kita susah keluar dari jerat-jeratnya.

Hadirkan selalu rasa khasy-yah atau rasa takut terhadap siksa Allah. Apa jadinya kalau kita dijemput malaikat maut dalam keadaan sedang berbuat maksiat? Tidakkah kita malu? Menyesal dan rugi, itu yang pasti. Wal ‘iyâdzu billâh.

Kembali ke soal modal tadi. Karena kita tidak tahu kapan pinjaman usia dari Allah ini akan berakhir, maka kita mestinya berhemat dengan tidak berbuat maksiat. Semakin bertambah usia kita, sejatinya jatah hidup kita semakin pendek. Berkurang, bukan bertambah. Semakin sempit waktu kita untuk menumpuk bekal akhirat yang kekal.

Kita ingat baik-baik ucapan Al-Hasan Al-Bashri, seorang ulama besar dari Irak. Beliau mengatakan,

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَجْمُوْعَةٌ مِنَ اْلأَياَّمِ كُلَّمَا ذَهَبَ بَعْضُهَا ذَهَبَ بَعْضُكَ

“Wahai anak Adam. Sesungguhnya dirimu tak ubahnya hanyalah kumpulan waktu (himpunan hari). Setiap kali sebagian waktu berlalu, maka berkuranglah sebagian dari dirimu.”

Masa muda yang masih tersisa adalah masa-masa emas untuk berkarya. Jangan sampai terlewat begitu saja. Masa terbaik untuk memulai segala prestasi kehidupan. Untuk menciptakan sejarah spektakuler, kita harus memulainya saat ini juga. Jangan pernah menunda-nunda. Sebab kita tidak tahu batas akhir usia kita. Sekali lagi, itu rahasia Allah. Kita boleh berencana, tetapi Allah jua yang menentukan akhirnya. Yang terbaik adalah kita mulai melakukan aktivitas amal shalih sekarang juga! Selagi hayat masih dikandung badan.

Dunia ini dibuat oleh Allah sebagai medan perlombaan manusia. Ada yang kafir, ada yang beriman. Masing-masing punya modal yang sama: usia, kesempatan, waktu. Kalau kita, sebagai orang-orang beriman, kalah start dengan mereka-mereka yang kafir, kita akan tergilas. Jangan dikira mereka diam-diam saja, santai-santai saja menjalani hidup ini. Tidak. Jangan salah. Mereka melakukan persiapan matang. Segalanya diperhitungkan. Mereka juga mencetak kader-kader muda untuk perjuangan masa depan yang tentunya akan lebih seru dan ganas dari masa kini.

Ingat, kalau kita kalah start, kita akan disikat. Kita punya tanggung jawab besar di hadapan Allah. Untuk apa mata, telinga, akal dan hati kita pergunakan? Untuk maksiat atau untuk taat? Allah menyatakan dengan jelas dalam Al-Quran,

“Sesungguhnya pendengaran, mata dan hati akan dimintai pertanggungjawaban (kelak di hadapan Allah).” (Al-Isra`: 36)

Di ngeri kita ini, anak-anak muda kafir, laki dan perempuan, dilatih beladiri, dilatih berbisnis dan berstrategi. Mereka serius menyiapkan masa depan. Mereka tahu di rimba macam apa mereka hidup. Mereka sadar medan tempur seperti apa yang mereka hadapi di sini. Tapi, kita justru santai-santai saja. Berleha-leha. Terlena dengan kenyamanan hidup yang tak seberapa. Itulah penyakit zona aman dan zona nyaman.

Mari kita rubah pola pikir kita. Kita belum boleh hidup tenang sebelum Islam terlaksana dan mengayomi hidup kita. Istirahat kita yang paling sejati, hakiki, sebenarnya adalah pada saat telapak kaki kita menjejakkan langkah pertama di surga. Subhânallâh!

Mari kita persembahkan hidup kita untuk Islam. Kita infakkan hidup kita untuk Allah. Seperti pernyataan kita: inna shalâtî wa nusukî wa mahyâya wa mamâtî lillâhi rabbil ‘âlamîn (sesungguhnya shalatku, kurban persembahanku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta raya).

Selagi masih muda, masih banyak kesempatan untuk berbuat dan berbagi, belajar dan berkarya, bersiap-siap dan berjuang. Jangan tunda-tunda sampai usia menua, rambut beruban, fisik loyo, tidak enerjik dan kulit keriput. Aji MUMPUNG di sini sangat ampuh! MUMPUNG MASIH MUDA. Jangan sampai menyesal kehilangan masa muda. Ini adalah infak terbaik kita. Coba kita renungi firman Allah berikut.

“Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Al-Baqarah: 267)

Termasuk yang buruk-buruk itu adalah kita beribadah dengan waktu sisa-sisa. Berjuang untuk Islam dengan tenaga dan pikiran sisa-sisa; usia yang tersisa sehabis kita pakai untuk fokus mengejar dunia.

Kalau orang lain mengajak kita senang-senang dan hura-hura tanpa makna, kita harus sadari bahwa itu hanya senang sekejap dan sementara. Sebentar saja sudah hilang tanpa bekas. Persis seperti kita menyantap makanan. Jika sudah lewat kerongkongan, tidak lagi menyisakan rasa. Nikmat semu, tipuan. Tapi kalau di surga, mau apa saja kita boleh minta. Nikmat abadi, kekal. Selama-lamanya. Bisa dirasakan jasmani dan rohani.

Ada banyak berita bahagia dari Allah buat kita. “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa…,” di akhirat kelak “…bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.”(Al-Baqarah: 25)

Di ayat yang lain lagi, Allah katakan, “(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?” (Muhammad: 15)

Mari tekatkan diri kita untuk selalu menjadi yang terdepan dalam segala kebaikan. Selalu optimis dengan masa depan yang cerah dalam naungan Islam. Kerahkan segala potensi yang kita punya. Angkat cita-cita setinggi mungkin. Lalu, kita tapaki perlahan, tapi pasti. Berlomba adalah kuncinya. Berlomba menghafal Al-Qur`an, menguasai ilmu, latihan fisik, asah ruhiah. Semua harus kita persiapkan sehingga pantas mendapat penghargaan dari Allah tersebut.

Cinta Allah, cinta Rasulullah, cinta beramal islami, cinta jihad dan mati syahid adalah bagian tak terpisahkan dalam hidup laki-laki muslim. Maka, jangan kotori cinta ini dengan yang lainnya. Kalau pun ada, porsinya tidak boleh mengalahkan urutan cinta di atas.

Untuk urusan cinta-cintaan, urutannya bisa kita lihat dan pelajari dalam surat At-Taubah ayat 24. Ini adalah harga mati yang tidak boleh kita tawar-tawar. Jika masih ada tawar-menawar, berarti dominasi hawa nafsu dan setan dalam diri kita masih cukup kuat.

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At-Taubah: 24)

Hidayah Islam dalam diri kita sangat mahal harganya. Maka, harus kita fungsikan secara maksimal. Jangan disia-siakan. Sebab, tidak sembarang orang Allah beri hidayah. Hanya orang-orang pilihan yang Allah anugerahi hidayah. Hidayah ini adalah nikmat istimewa selagi di dunia. Kita berdoa, semoga nikmat ini tetap terjaga dengan baik. Kita berusaha untuk tetap berada di atas jalan orang-orang yang Allah limpahi nikmat istimewa ini.

صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat.” (Al-Fâtihah: 7)

Siapa saja mereka yang diberi nikmat itu? Ayat berikut menjelaskannya.

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin (orang-orang yang jujur hatinya dan teguh dengan keyakinannya), orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisâ`: 69)

Usia kita, masa muda kita, sekali lagi, adalah karunia besar yang Allah amanatkan kepada kita. Kelak, Allah akan menanyai kita tentangnya. Untuk apa kita habiskan masa muda dan usia kita di dunia, setiap jawaban harus ‘disiapkan’ sejak sekarang dan pasti akan melahirkan konsekuensinya masing-masing.*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun