Mohon tunggu...
Herlambang Adi Wicaksono
Herlambang Adi Wicaksono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Utang Luar Negeri Indonesia terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Covid-19

9 Januari 2021   12:05 Diperbarui: 9 Januari 2021   12:07 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejatinya, Pertumbuhan Ekonomi dapat menjadi indikator tingkat perekonomian suatu negara. Negara dapat dikatakan berhasil jika pertumbuhan ekonomi di negaranya tinggi. Dalam menjalankan perekonomian Indonesia dan menyejahterakan rakyatnya seperti yang terkandung di dalam UUD 1945, Pemerintah di sini harus ikut campur dalam berbagai kebijakan perekonomian. Untuk itu, Pemerintah memerlukan biaya yang sangat besar. Namun seperti yang kita ketahui bahwa dalam sektor penerimaan, Pemerintah belum bisa memaksimalkan penerimaannya, terutamanya dalam sektor pajak. Maka dari itu, karena terbatasnya sumber daya tadi, untuk menutupi defisit anggaran, Pemerintah memberlakukan kebijakan Utang Luar Negeri. Sebagai negara berkembang memang sudah seharusnya membutuhkan dana yang besar bagi pertumbuhan ekonominya.

Baru -- baru ini, perekonomian global tengah tergoncang dan mengarah pada jurang resesi ekonomi karena adanya pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020 ini. Beberapa negara besar seperti AS, Jepang, dan negara-negara Eropa mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada triwulan I dan triwulan II. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global ini tentunya sangat berpengaruh kepada kinerja ekonomi Indonesia sendiri. Dilansir dari BPS, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 hanya tumbuh sebesar 2,97%. Angka ini turun dari 4,97% pada kuartal IV tahun 2019. Pada kuartal II tahun 2020 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di minus 5,32%.

Di tahun 2020 sendiri sebenarnya Pemerintah telah mengikuti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 20 tahun yang dimulai dari tahun 2005 dan selesai pada tahun 2025. Rencana kerja Pemerintah dalam rangka melaksanakan RPJP sendiri dijabarkan dalam 5 prioritas nasional, yaitu pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan, infrastruktur dan pemerataan wilayah. Selain itu, menyangkut sektor industrialisasi dan kesempatan kerja, ketahanan pangan, air, energi dan lingkungan hidup.

Jadi disini pemerintah dalam hal ini untuk membiayai rencana tersebut tentunya membutuhkan anggaran yang sangat besar. Apalagi pada saat pandemi ini, pemerintah memerlukan anggaran tambahan yang sangat besar pula untuk menjaga kestabilan perekonomian dengan memberikan bantuan kepada masyarakat. Sumber-sumber pendapatan nasional yang berasal dari pajak, non pajak dan hibah tentunya tidak dapat mencukupi untuk seluruh kebutuhan anggaran tersebut. Maka dari itu pemerintah menetapkan kebijakan defisit anggaran untuk menutupi kekurangan anggaran tersebut. Hal ini sebenarnya adalah kebijakan yang lumrah atau umum digunakan dalam suatu pemerintahan, apalagi jika utang negara itu untuk membiayai belanja yang produktif. Namun yang menjadi pertanyaan apakah kebijakan defist anggaran dengan utang ini mampu mengatasi perlambatan yang tengah terjadi akhir-akhir ini dan bagaimana dampaknya untuk jangka panjangnya.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan pendapatan yang terjadi karena peningkatan produksi pada barang dan jasa. Adanya peningkatan pendapatan ini tidak berkaitan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan bisa dinilai dari peningkatan output, teknologi yang masih masih berkembang dan inovasi pada bidang sosial. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses perubahan ekonomi yang terjadi pada perekonomian negara dalam kurun waktu tertentu menuju keadaan yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi yang diiringi pemerataan pendapatan ini akan membantu mempercepat pengentasan kemiskinan suatu negara. Jadi dengan pemerataan pendapatan, sebuah negara berkembang yang memiliki kesenjangan yang tinggi juga akan menurun.

Pertumbuhan ekonomi juga akan naik seiring dengan kecepatan rata-rata per kapita penduduk yang tinggi.
Perubahan struktur ekonomi selalu terjadi setiap tahunnya dengan pengalokasian sumber-sumber ekonomi. Skala prioritas pertumbuhan ekonomi harus menyebar rata dengan tingkat pertumbuhan yang tetap tinggi.

Pertumbuhan ekonomi ini akan meningkat dengan tetap memerhatikan efisiensi ekonomi sehingga didapat penerimaan pajak yang meningkat, pemasukan zakat/wakaf dapat didistribusikan merata dan teratur ke berbagai program kesejahteraan dan daerah. Dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi, tentunya Indonesia memerlukan biaya yang besar untuk pembangunan nasional.

Sumber biaya yang berasal dalam negeri sendiri adalah seperti tabungan masyarakat, swasta dan pemerintah. Sedangkan sumber biaya yang berasal dari luar negeri meliputi hibah, pinjaman luar negeri, dan penanaman modal asing. Bagi negara Indonesia yang notabene merupakan negara yang berkembang, pembiayaan asing berupa pinjaman atau utang luar negeri memiliki peranan yang amat penting bagi pembangunan nasional. Pemerintah selalu mengalokasikan sebagian besar utangnya untuk kebutuhan pemerintah, seperti misalnya pembiayaan pembangunan. Ketidaktersedian tabungan dalam membiayai pengeluaran pembangunan mengakibatkan terjadinya peningkatan utang luar negeri setiap tahun.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Di Era Covid-19
Dilansir dari Badan Pusat statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 sebesar 2,97% YoY. Pertumbuhan ekonomi tersebut mengalami kontraksi sebesar 2,41% dibandingkan dengan kuartal IV 2019. Penurunan ini disebabkan oleh karena adanya penurunan sejumlah ekspor di Indonesia. Karena adanya Covid-19 ini membuat sejumlah negara memberlakukan kebijakan lockdown sehingga kegiatan ekspor impor Indonesia terganggu. Pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan, yaitu mencapai minus 5,32%. Angka ini menurun dari kuartal I dan merupakan yang terburuk sejak triwulan I 1999, saat itu angka pertumbuhan ekonomi berada di angka minus 6,13%. Menurunnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II ini disebabkan karena adanya kontraksi dibeberapa komponen, terutama pada komponen pengeluaran. Namun tidak semuanya mengalami pertumbuhan negatif, ada pula komponen yang mengalami pertumbuhan yang positif seperti bidang informasi dan komunikasi, jasa keuangan, pertamina, real estate, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan pengadaan air.

Pada kuartal III, pertumbuhan ekonomi mulai membaik meskipun angka pertumbuhan ekonominya masih minus. Belanja pemerintah dalam APBN dan APBD menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah meningkatkan belanja untuk mengatasi dampak pandemi yang melanda masyarakat Indonesia dan mengakibatkan munculnya defisit anggaran yang sangat besar. Dengan adanya penerimaan yang menurun tetapi harus tetap mempertahankan belanja negara, pemerintah membuat Perpu no 1 tahun 2020 dan kemudian berubah menjadi UU No. 2 tahun 2020 yang memperbolehkan pemerintah menaikkan defisitnya menjadi 3% terhadap PDB sampai tahun 2020. Perkiraan Pertumbuhan kuartal IV menunjukkan tren yang positif karena ekonomi telah bergerak ke arah yang lebih baik. Saat ini memang sisi demand atau angka konsumsi rumahtangga masih minus. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah arus menguatkan sisi demand agar konsumsi masyarakat meningkat. Prediksi pertumbuhan meningkat akan berpengaruh kepada belanja spending.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun