Rabi bin Sulaiman Sang Slow Learner

   

Imam Ar-Rabi' bin Sulaiman merupakan salah satu ulama besar mazhab Syafi'i. Nama lengkap beliau adalah ar-Rabi' bin Sulaiman bin Abdul Jabbar bin Kamil al-Muradi. Beliau adalah seorang muadzin di Masjid Jami' Kota Fusthath (ibukota Mesir sebelum Kairo) yang memiliki suara merdu, lahir pada Tahun 174 Hijriyah. Beliau wafat pada Tahun 270 Hijriyah dan memiliki anak bernama Abu al-Madha Muhammad.

Dibalik sosok keulamaannya, Rabi' bin Sulaiman termasuk murid paling slow learner atau lambat dalam memahami pelajaran yang disampaikan oleh sang guru Imam Syafi'i dalam majelis ilmunya. Slow learner adalah anak-anak yang kecerdasannya di bawah rata-rata, dengan berbagai penyebab yang beragam. Lalu bagaimana caranya seorang murid yang slow learner belajar hingga dapat menjadi ulama besar, bahkan mengajarkan kitab-kitab gurunya Imam Syafi'i dan meriwayatkan hadits darinya.  Lantas bagaimana sang guru Imam Syafi'i dapat mengajarkan Rabi' bin Sulaiman, simak cerita selanjutnya.

Sang murid itu adalah Ar Rabi' bin Sulaiman, murid paling slow learner. Berulang kali diterangkan oleh sang guru Imam Syafii, tapi Robi' tak juga paham. Setelah menerangkan dalam majelis ilmunya, Imam Syafii bertanya kepada salah satu muridnya, "Rabi' sudah paham belum?" "Belum paham," jawab Rabi'. Mendengar jawaban sang murid, sang guru mengulang lagi pelajaranya dengan penuh kesabarannya, lalu bertanya kembali,"Sudah paham belum Rabi'?", "Belum",jawab Rabi' kembali kepada sang guru. Bahkan sang guru mengulang penjelasannya sampai 39 kali, namun sang murid tak juga paham.

Merasa mengecewakan gurunya dan merasa malu, sang murid bergeser perlahan-lahan, sedikit demi sedikit keluar dari majelis ilmu. Selesai memberi pengajarnnya, Imam Syafii mencari Robi', melihat muridnya. Imam Syafi'i berkata,"Robi' kemarilah, datanglah ke rumah saya!", sang murid pun mengiayakannya.

Sebagai seorang guru, sang imam sangat memahami perasaan muridnya, maka beliau mengundangnya secara pribadi untuk belajar secara tersendiri. Sang Imam mengajarkan Rabi' secara privat, dan ditanya kembali,"Sudah paham belum?" Hasilnya sangat mengejutkan, Rabi' bin Sulaiman tidak juga paham.                                                                                                                                                                          

Mendengar jawaban yang sama dari sang murid, apakah Imam Asy-Syafi'i berputus asa lalu menghakimi Rabi' bin Sulaiman sebagai murid bodoh? Sekali-kali tidak.

Beliau berkata, "Muridku, sebatas inilah kemampuanku mengajarimu. Jika kau masih belum paham juga, maka berdoalah kepada Allah agar berkenan mengucurkan ilmu-Nya untukmu. Saya hanya menyampaikan ilmu. Allah-lah yang memberikan ilmu. Andai ilmu yang aku ajarkan ini sesendok makanan, pastilah aku akan menyuapkannya kepadamu."

Setelah mendengar perkataan sang guru, Rabi' bin Sulaiman mengikuti nasihat gurunya, untuk bermunajat berdoa kepada Allah dalam kekhusyukan. Ia juga membuktikan doa-doanya dengan kesungguhan dalam belajar. Keikhlasan, kesalehan, dan kesungguhan, inilah amalannya Rabi' bin Sulaiman.

Tahukah kita? Rabi' bin Sulaiman kemudian berkembang menjadi salah satu ulama besar Madzhab Syafi'i dan termasuk perawi hadis yang sangat kredibel dan terpercaya dalam periwayatannya. Sang slow learner bermetamorfosis menjadi ulama besar, inilah buah dari kesabaran sang guru Imam Asy-Syafi'i dalam mengajar dan mendidik.

Adakah kita, para guru dan orangtua memiliki kesabaran seperti Imam Syafi'i dalam mengajar dan meyakini bahwa tidak ada anak dan murid yang bodoh?

Sudahkan kita, para guru dan orangtua mendoakan anak-anak dan murid didik kita agar dipahamkan dan dimudahkan dalam pelajaran? (Hes50)