Mohon tunggu...
Herjuno Ndaru Kinasih
Herjuno Ndaru Kinasih Mohon Tunggu... karyawan swasta -

trade and environment, social policy, and literature

Selanjutnya

Tutup

Money

Maximum Sustainable Yield, Antara Konservasi dan Ekonomi

20 September 2012   13:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:09 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Maximum Sustainable Yield. Istilah dalam ekonomi sumberdaya dan lingkungan ini adalah sebuah rumus yang digunakan untuk menentukan batas maksimal sebuah sumberdaya dapat ditangkap dalam alam bebas untuk kepentingan ekonomi agar sumberdaya tersebut tetap dapat lestari dengan memperhatikan kondisi alamiah dari sumberdaya tersebut. Meskipun dapat digunakan pada beberapa jenis sumberdaya di alam bebas, namun MSY, begitu biasa disingkat, lebih sering dijumpai dalam literatur ekonomi perikanan dan kelautan.

Ya, perikanan, baik perikanan darat (freshwater) maupun perikanan laut, adalah jenis sumberdaya alam yang dapat dikatakan unik dibandingkan dengan sumberdaya lain. Istilah 'perikanan' sendiri mengacu pada dua jenis perikanan, yakni perikanan budidaya (aquaculture) dan perikanan tangkap. Perikanan budidaya memiliki karakter yang mirip dengan pertanian, di mana panen didapat dengan cara membudidayakan jenis spesies tertentu di lahan tertentu dalam waktu yang dapat diperkirakan. Sementara, perikanan tangkap, yang sebagian besar berasal dari laut, adalah jenis kegiatan ekonomi yang ekstraktif, tanpa budidaya, dan menghadapi ketidakpastian yang sangat tinggi karena sumberdaya (ikan) dapat bermigrasi ke perairan mana pun, sehingga nelayan atau industri perikanan dapat berpindah-pindah dalam mencari ikan. Meskipun pergerakan kapal industri perikanan dapat berlayar relatif bebas, namun ia tetap dibatasi zonasi laut sesuai dengan hukum internasional. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah wilayah perairan di suatu negara yang dapat dimanfaatkan secara bebas oleh kapal berbendera negara tersebut untuk mencari ikan.

Oleh karena karakter uniknya ini, dalam perdagangan internasional, isu liberalisasi dalam sektor perikanan tidak dimasukkan dalam perundingan produk-produk pertanian, melainkan ke dalam perundingan Non-Agricultural Market Access (NAMA) bersama dengan produk-produk manufaktur dan juga tambang. Hal ini cukup unik, karena sebenarnya perikanan budidaya atau aquaculture memenuhi unsur-unsur untuk disebut sebagai hasil pertanian. Akan tetapi karena adanya teknologi pembudidayaan yang makin modern dan juga sistem Harmonized System (HS) yang terstandar, beberapa produk-produk aquaculture suilit dibedakan dengan produk-produk perikanan laut. Misalnya, ikan Salmon yang pada dasarnya hidup di alam bebas, yakni laut, kini dapat dibudidayakan. Hal yang sama juga terjadi pada komoditas lainnya, misalnya udang atau ikan Patin. Oleh karena itu, World Trade Organization (WTO), sebagai rejim perdagangan internasional, memasukkan semua jenis ikan, makanan laut, produk perikanan, dan olahannya ke dalam perundingan NAMA ketika berbicara mengenai pengurangan tarif.

Apa konsekuensinya ketika produk-produk perikanan yang secara alamiah merupakan kekayaan alam diperdagangkan bahkan terkena skema liberalisasi ? Di dalam rejim internasional, terjadi persinggungan antara rejim perdagangan dan rejim lingkungan, dimana terdapat komitmen di tingkat internasional bahwa produk-produk perikanan harus diperlakukan secara 'berbeda' dengan produk ekonomi lainnya yang tidak menghadapi masalah keberlanjutan. Oleh karena itu, dalam pengaturannya, rejim internasional mengatur zonasi laut, pengaturan Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs), juga panduan teknis terkait dengan standar lingkungan hidup termasuk ukuran MSY yang direkomendasikan oleh Food and Agricultural Organization (FAO).

Mengapa MSY perlu diterapkan ? Berbicara mengenai konservasi, ada beberapa karakter unik perikanan yang, menurut saya, sangat ekologis. Karakter ini membuat pengelolaan sumberdaya perikanan berbeda dengan jenis sumbedaya alam lainnya. Pertama, ikan sebenarnya adalah jenis sumberdaya yang terbarukan, karena kemampuan bereproduksi dalam jumlah banyak. Artinya, berbeda dengan tambang atau mineral bumi yang tidak terbarukan, ikan dapat diduplikasikan dalam waktu tertentu yang relatif dapat dikatakan tidak lama. Kedua, ikan berada dalam lautan yang dapat melintasi batas-batas perairan dan negara. Ada prediksi mengenai habitat ikan tertentu, namun habitat ini dapat pula melintas batas ZEE dari masing-masing negara. Bahkan, ketika musim migrasi, ikan dapat berpindah sementara atau mungkin tahunan.  Oleh karena lintas batas ini, kapal industri perikanan, dengan peraturan tertentu, dapat berlayar ke lautan lepas dan juga wilayah pengelolaan perikanan tertentu. Karenanya, ikan sangat rentan terhadap eksploitasi dari industri perikanan berbagai negara yang mengakibatkan stok ikan tidak dapat cepat kembali seperti semula meskipun ikan adalah sumberdaya yang terbarukan. Ketiga, ekologi laut menciptakan sistem tersendiri di mana kehidupan salah satu ikan tergantung dari spesies lainnya. Rantai makanan di laut juga menciptakan ketergantungan tersendiri ; kepunahan salah satu jenis ikan dapat berdampak pada kepunahan ikan lainnya. National Geographic mengkategorikan 4 level rantai makanan ikan. Misalnya, jika level 2 dari rantai makanan tersebut langka akibat pengambilan dalam jumlah masif, maka level 1 juga akan mengalami kelangkaan sumber pangan. Kemudian, misalnya, ketika terumbu karang rusak akibat kegiatan penangkapan ikan, ekosistem laut dan beberapa jenis ikan dan biota laut tidak dapat bertahan hidup dengan baik. Hal ini yang membedakan perikanan dengan sumberdaya alam terbarukan lainnya, misalnya kayu di hutan, yang tidak memiliki sistem sekompleks laut atau jenis perairan lainnya.

Oleh karena itu, MSY secara kuantitatif mengukur pada titik mana secara seimbang ikan dan produk perikanan dapat ditangkap agar tidak terjadi overfishing yang berdampak pada keberlanjutan sumberdaya perikanan ke depan. Dalam studi populasi, secara normal, jumlah populasi dapat dikatakan secara gradual mengelami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu. Sementara, dalam sumberdaya yang diukur dalam MSY, diasumsikan sumberdaya akan mengalami peningkatan pada waktu tertentu dan penurunan pada pertumbuhan dalam waktu tertentu pula. Artinya, ada tahap anti-klimaks dalam pertumbuhan sumberdaya seiring dengan meningkatnya waktu.

Karenanya, MSY memperlihatkan jumlah panenan yang dapat dilakukan agar stok sumberdaya masih tersedia pada waktu tertentu dan juga memperhatikan proyeksi jumlah populasi pada waktu ke depan. Ada dua variabel yang diperhitungkan dalam menentukan jumlah panenan (disimbolkan dengan simbol matematik H), yakni daya dukung lingkungan (disimbolkan K) dan jumlah intrinsik pertumbuhan populasi (disimbolkan r). MSY akan mempertemukan titik H dalam kurva dua ordinat, yakni : jumlah populasi (N) dan waktu atau periode (t).

Namun, terdapat pula kritik dalam melihat MSY sebagai sebuah ukuran yang dicetuskan oleh ilmuwan-ilmuwan dari New Jersey,di mana salah satunya pionirnya adalah E.S. Russell dengan karyanya "Some Theoretical Considerations on the Overfishing Problem" di tahun 1931. Beberapa ahli konservasi biologi melihat ukuran ini tidak sesuai karena mengabaikan soal ukuran ikan,usia ikan ketika ditangkap, dan juga dampak ekologi yang terjadi akibat penangkapan sebelumnya. Perhitungan yang muncul dari kritik terhadap MSY ini akan muncul sebagai perhitungan yang lebih kompleks. Banyak kalangan menilai MSY lebih tepat disebut dengan Maxium Average Field atau tangkapan rata-rata maksimal.

Bagi Indonesia, sebagai sebuah negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, isu overfishing dan marine overcapacity adalah sebuah isu yang penting yang harus diatasi jika Indonesia ingin mengoptimalkan perikanan sebagai sumberdaya yang digali, namun juga dihadapkan pada kewajiban untuk mengkonservasi sumberdaya tersebut. Selain disiplin pada MSY, salah satu hal yang dapat dilakukan terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah memperkuat hilirisasi industri perikanan. Salah satu tantangan utama dalam industri perikanan adalah meningkatkan peran logistik dalam kegiatan ekonomi perikanan. Logistik menjadi sangat penting bagi perikanan karena karakter ketidakpastian jumlah tangkapan dan juga sistem pendinginan yang sempurna agar ikan dapat dimanfaatkan lebih lama ketika usai dipanen. Vietnam, salah satu produsen produk perikanan terkemuka di dunia, misalnya, untuk mengatasi keterbatasan kemampuan teknologi mereka, mengundang investor untuk meningkatkan produktivitas sektor perikanan, terutama untuk penggunaan teknologi dan inovasi. Pembangunan sektor logistik dan pengolahan produksi perikanan sangat penting dalam upaya hilirisasi industri perikanan, meningkatkan pendapatan nelayan, serta meningkatkan nilai tambah produk-produk perikanan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun