Mohon tunggu...
Heri Purnomo
Heri Purnomo Mohon Tunggu... Administrasi - nothing

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puasa tapi Tetap Korupsi?

20 Juni 2012   14:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:44 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1340201865540625191

Puasa pada hakekatnya adalah menahan diri dari segala nafsu dan ego negatif manusia yang akan mengajaknya melakukan kebatilan. Sehingga jika manusia berhasil melakukan ibadah puasa tentunya kebatilan tidak banyak terjadi. Namun, di negeri kita ini yang mayoritas penduduknya berpuasa di setiap bulan Ramadhan untuk yang muslim, dan juga di agama lainnya ada pula amalan berpuasa meskipun berbeda cara, seharusnya akan mampu membentuk karakter manusia Indonesia yang bisa menahan diri. Menahan diri dari apa ? Tentu dari perbuatan-perbuatan yang memperturutkan hawa nafsu. Misal, mencuri, korupsi, berzinah, merampok dan lain sebagainya.

Puasa sering kali berhenti pada saat saat adzan magrib dikumandangkan pertanda dibolehkannya berbuka dengan makan dan minum. Namun puasa secara esensi, yaitu menahan hasrat dan nafsu yang berlebihan seperti makan atau berhubungan seks tetap perlu dikendalikan. Bahkan berpikir pun juga perlu dikendalikan agar tidak memikirkan hal-hal yang buruk.

Jika hanya mementingkan puasa secara lahiriah namun jiwanya tidak ikut berpuasa  maka tidaklah mengherankan amalan yang menjadi perintah Tuhan itu tidak ada bekasnya dalam praktek di kehidupan sehari-hari. Puasa iya, korupsi jalan terus. Inikah hasil berpuasa itu? Salahkah puasanya atau manusianya yang membiarkan pemahaman tentang puasa sebatas tataran puasa badan ?

Para pimpinan negara yang saat ini disorot karena kasus korupsi yang maha dahsyat itu adalah bapak-bapak pimpinan yang terhormat. Bahkan ada yang pernah memimpin sebuah pergerakan Islam yang cukup disegani, tapi apa yang kita lihat ? Hasrat untuk meraih kekayaan dan kejayaan demikian besar, sungguh bertolak belakang dengan tujuan berpuasa. Tujuan mengendalikan diri dari sifat-sifat kebinatangan yang rakus akan pemuasan syahwat perut, mata, maupun birahi. Nampak jelas bahwa selama ini puasa di negeri ini lebih banyak bersifat formalitas dan tak sampai menembus ke dalam batin pelakunya.

Melihat kenyataan negeri ini yang tak habis-habisnya diteror oleh kasus-kasus korupsi, penulis menjadi berpikir bahwa ibadah puasa telah kehilangan esensinya. Sejatinya puasa mengajarkan kesederhanaan, penghematan, ketaatan dan kedisiplinan namun nyatanya saat berakhir puasa, budaya korupsi tetap tak berkurang. Bahkan kian meningkat kualitas dan kuantitasnya. Akhir-akhir ini banyak pejabat yang saling menelanjangi sesama pejabat tentang upaya-upaya korupsi yang telah dilakukan. Bahkan sebuah partai yang melakukan korupsi tak merasa malu, justru mencari pembenaran bahwa masih banyak partai lain yang jauh lebih besar korupsinya. Padahal partai itu adalah pemegang kekuasaan saat ini. Mengapa tidak bertindak jika melihat korupsi yang jauh lebih besar ? Padahal di partainya sendiri pun korupsinya sungguh tidak terkira dampak dan daya rusaknya bagi perekonomian.

Puasa dan korupsi, seharusnya seperti pagar yang kokoh dan musuh yang harus ditakhlukkan. Kenyataannya adalah seperti membangun benteng, lalu setiap hari benteng itu dirubuhkan sendiri sehingga musuh-musuh leluasa masuk kembali ke kerajaan hati manusia. Karena puasanya hanyalah sekedar melunasi hutang terhadap Tuhannya, dan nyatanya perintah yang lebih dasar yang menjadi pesan spiritual dari berpuasa tak dilaksanakan.

Puasa tak menjadikan pelakunya bertambah ketaqwaannya. Meskipun tidak semua memang, tapi yang menjadi baik jauh lebih sedikit dibanding dengan para pelaku kebatilan yang menghambur-hamburkan uang negara untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

Bulan puasa tinggal satu bulan lebih, perlu kiranya bangsa ini berkontemplasi atau melakukan perenungan bersama agar bersama puasa kita mendidik diri untuk tidak bermewah-mewah, belajar berempati terhadap orang-orang miskin yang hampir tiap hari berpuasa karena sulitnya mencari makan. Perlu kiranya kita semua turut andil dan memohon pertolongan kepada Tuhan agar semua dipertemukan dengan puasa yang akan datang di pertengahan Juli 2012. Mungkin juga bulan puasa menjadi saat yang tepat untuk menjadi wahana perenungan nasional, pembelajaran untuk hidup hemat , berempati kepada banyak saudara-saudari yang kelaparan.

Semoga negeri ini bisa keluar dari lilitan korupsi dengan melakukan puasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan 1433 H tahun ini. Syukur-syukur sudah diawal dengan memperbanyak puasa di bulan Rajab dan Sya'ban. Paling tidak harapannya bapak-bapak pimpinan negara bisa lebih menahan diri dari korupsi. Bukankah gaji yang diberikan negara sudah cukup memadahi untuk hidup?

Marhaban ya Ramadhan 1433 H

#Jakarta,20 Juni 2012.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun