Kemarin saya di Ibukota saya sempatkan menjenguk anak perempuan saya yang sedang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren di daerah Cilandak Jakarta Selatan.
Yang bersangkutan sejak kecil sudah belajar ilmu agama karena kami tinggal di lingkungan pondok pesantren. Sekarang anak saya punya impian dan cita cita ingin menjadi guru ngaji. Cita cita kedua ini ditempuh setelah kesempatan kuliah di perguruan kedinasan negeri tahun lalu belum berhasil dilalui.
Nyantri kali ini untuk mengambil sertifikasi guru ngaji.
Selama 18 tahun telah bersamanya. Hubungan kami sangat harmonis. Apalagi anak kami tersebut  menjadi siswa terbaik di sekolahnya salah satu sebab karena cerdas akademis.
Di rumah rajin membantu pekerjaan rumah tangga. Bahkan selepas SMA bisa diandalkan untuk mengelola bisnis laundry syariah kami.
Rasanya sangat berat ketika kami melepasnya ke luar rumah untuk nyantri. Banyak pekerjaan yang akan dia tinggalkan dan harus kami kerjakan sendiri lagi. Ketika menengok pun timbul rasa kesedihan kembali.
Namun kami harus kuat karena ini untuk impian dan cita citanya. Kami harus menyayanginya namun tidak boleh karena rasa kasihan kemudian tidak mau melepasnya untuk nyantri. Melepasnya untuk belajar mandiri. Tidak boleh welas tanpa asih (rasa sayang tanpa rasa kasihan).
Demikian juga dalam kehidupan. Kita sebaiknya tidak terlalu mengasihi diri kita kemudian tidak mau memaksa diri kita sendiri untuk bekerja lebih keras lagi. Membiarkan diri kita bermalas malasan, memerima alasan untuk menunda nunda tugas atau pekerjaan.
Karena jika kita lemah terhadap diri sendiri maka kehidupan kita akan keras kepada kita (hidup susah). Namun jika kita keras terhadap diri sendiri maka kehidupan kita akan lunak terhadap kita (hidup sejahtera).
Kita harus yakin mampu meraih impian dan cita cita selama kerja keras dengan dasar ibadah dan doa. Kerja keras kita untuk kebaikan kita juga. Tidak bermalas malasan dan tidak banyak alasan untuk kesuksesan kita juga.
SEMANGAT PAGI. Selamat hari Senin, SEMANGAT YAKIN.