Mohon tunggu...
Heri Kurniawansyah
Heri Kurniawansyah Mohon Tunggu... Administrasi - Pemimpi

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Narasi Gamangnya Pembangunan Birokrasi di Indonesia

21 November 2019   14:50 Diperbarui: 21 November 2019   21:37 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pekerjaan yang menumpuk. (sumber: Kompas/Didie SW)

Hasil survey Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun sebelumnya memberikan penilaian indeks prestasi pelayanan publik 5,42 dari skala 1-10. Artinya, masyarakat menilai pelayanan publik di Indonesia tidak memuaskan, cenderung korupsi, dan merugikan. 

Temuan ini sejalan dengan penelitian PERC beberapa tahun yang lalu yang menempatkan kualitas birokrasi Indonesia ranking kedua terburuk di Asia setelah India.

Untuk menyelesaikan isu reformasi birokrasi yang tak kunjung usai tersebut, ada banyak aspek yang harus diintervensi oleh pemerintah, sehingga pemerintah harus melakukan perubahan yang radikal terhadap transformasi budaya birokrasi (Kotter, 1990).

Acuhnya Meritokrasi

Tentang transformasi birokasi menuju birokrasi yang lebih baik, itu merupakan domain kepemimpinan, yang berarti pemimpin harus mampu mencetak pemimpin-pemimpin di level menengah dan level bawah yang mampu menjalankan visi misi pimpinan atau top manajemen dengan baik. 

Karena itu pemimpin harus mampu memperhatikan 4 hal dalam transformasi budaya birokrasi yaitu managing change (pengelolaan perubahan), develop leaders (pengembangan kepemimpinan), managing people (manajemen SDM), dan governance culture (budaya kerja). 

Keempat unsur tersebut merupakan domain softside of change atau lebih kepada permasalahan manusianya itu sendiri. 

Sementara pemerintah saat ini terlalu banyak memberikan porsi perubahan kepada hardside of change (sistem dan tekhnis). 

Reformasi telah direduksi hanya sebatas menaikkan gaji sebuah departemen ataun institusi dan mengangkat tenaga honorer menjadi PNS, sementara urusan SDM tidak terlalu serius untuk ditangani (Effendi, 2009). 

Pada sisi lain, sistem politik yang terjadi terkadang bertentangan dengan sistem UU ASN itu sendiri, pada akhirnya meritokrasi itu sulit untuk dilaksanakan, meskipun dimulut para penguasa perihal tersebut acap diucapkan. 

Maka ada skala priotitas yang bisa dilakukan dalam melakukan reformasi birokrasi menuju good governance, yaitu dengan melakukan public service reform (reformasi pelayanan publik).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun