Mohon tunggu...
Heri Kurniawansyah
Heri Kurniawansyah Mohon Tunggu... Administrasi - Pemimpi

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat, Cerdas Namun Tak Elok

16 Juni 2019   23:16 Diperbarui: 16 Juni 2019   23:20 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan sebelumnya yang berjudul "Membaca Arah dan Motivasi Politik Mahfud MD" sebenarnya memiliki esensi yang sama dengan tulisan ini, namun memiliki obyek dan aktor yang berbeda. 

Jika Mahfud MD sebelum pilpres sudah mulai menentukan sikap politiknya meskipun masih malu-malu menampakan dirinya ke permukaan, namun AHY justru secara frontal menentukan sikap politiknya pasca pilpres itu sendiri, sehingga sikap auto-oportunisnya sangat terang terlihat. 

Pada posisi ini penulis memandang sikap Mahfud MD jauh lebih beradab ketimbang AHY, sebab sikap oportunisnya AHY untuk berada dalam pemerintahan sebagai batu loncatan menuju 2024 terlalu frontal di muka publik. 

Rasa ingin menjadi bagian dari pemerintah itu kentara sekali terlihat. Pesan yang terkirim ke publik dari sikap ini adalah bahwa AHY benar-benar telah mengajarkan politik khianat pada rakyat ditengah masyarakat mendambakan figur "sempurna" untuk Indonesia yang grasak grusuk seperti saat ini.

Kita juga bisa melihat keterlibatan Demokrat untuk mendukung koalisi Adil-Makmur dalam Pilpres ini tidak begitu all out, sangat jelas terlihat secara "de facto" bahwa Demokrat lebih memilih abu-abu, meskipun secara "de jure" dia berada di kubu koalisi Prabowo-Sandi. 

Hal itu dilakukan tak lain dan tak bukan hanya karena Demokrat tidak ingin kehilangan peluang dan momentum besar untuk ikut sebagai peserta utama dalam kontestasi politik nasional 2024 mendatang, khususnya meletakkan nama AHY sebagai kontestan terdepan. 

Secara politik sah sah saja perilaku yang demikian, namun secara etika, publik tetap menganggap Demokrat yang menjijikkan. Demi karir politik seorang AHY, Demokrat rela menjadikan banyak orang di dalam satu rumpun koalisi menjadi tumbal politiknya dan secara khusus SBY akan melakukan cara apa saja agar AHY mendapat tempat di pemerintah saat ini, termasuk salah satunya dengan cara memojokkan Prabowo di tengah suasana duka cita atas kepergian ibu Ani beberapa hari yang lalu. 

Lalu apa kaitannya dengan sikap Demokrat yang tidak jelas ini dengan siklus konstalasi politik 2024?. Jika Demokrat tetap berada di kubu oposisi yang dianggapnya telah kalah dalam kontestasi pilpres ini, maka secara khusus AHY telah kehilangan momentum paling berharga untuk prosesi 2024 mendatang, artinya dia tidak akan mendapatkan jabatan apapun saat ini sehingga dia akan kehilangan kesempatan untuk mengekspos dirinya lebih luas oleh sebab pada dirinya tidak memiliki ruang untuk berprestasi, cerita yang berbeda aka terjadi jika Prabowo-Sandi yang menang. 

Sebaliknya dia memilih untuk bergabung ke koalisi Jokowi-Maaruf dengan maksud agar dia diberi kesempatan untuk memegang jabatan tertentu. Melalui jabatan itulah dia akan menunjukkan dirinya secara masif bahwa dia bisa berprestasi. Inilah cikal bakal dia akan diperhitungkan di kontestasi politik berikutnya, begitulah alurnya.

Dulu SBY hanya seorang menteri di kabinet Megawati, namun karena dia dianggap berprestasi, Megawati pun dikalahkan olehnya dalam pilpres 2004, apalagi 2009. 

Sebaliknya mengapa Prabowo tidak pernah menang dalam kontestasi politik nasional meskipun dia adalah figur nasional yang tidak diragukan lagi, sebab dia tidak pernah memegang jabatan apapun di level menteri atau dibawahnya, sehingga publik menganggap Prabowo tidak berprestasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun