Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismillah, Menulis Seputar Hukum dan Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Garang di Awal, Mlempem Kemudian

10 Maret 2025   11:30 Diperbarui: 11 Maret 2025   16:35 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dari Kompas.Id

Salah satu "penyakit kronis" dalam pemberantasan korupsi adalah saat awal sebuah perkara terungkap ke publik. Aparat Penegak Hukum (APH) yang menangani perkara tersebut, dengan penuh semangat dan "menyala" memaparkan pada publik ihwal perkara korupsi yang berhasil dibongkarnya.

Belakangan, bahkan menunjukan "jor-joran" dalam nilai kerugian negara atau kerugian perekonomian negara yang ditimbulkan. Sudah menembus bukan hanya di angka milyar, ratusan milyar, namun sudah masuk di kisaran triliun. Bahkan lebih dari kuadriliun (1.000 triliun). Jelas, dengan penyebutan angka-angka yang super fantastis tadi, membuat publik seolah tak percaya dan kilas balik bagi APH yang mengungkapnya menjadi apresiasi.

Lebih menghebohkan lagi bila kemudian modus dari korupsi tersebut dibongkar yang ujung-ujungnya sebagai sebuah siasat jahat, manipulasi bahkan memuat unsur "penipuan" bagi kepentingan masyarakat banyak. Semakin membuat geram publik dan semakin "tersanjung", menjadi sebuah prestasi.

Hanya masalahnya kemudian, semangat yang menyala dan respon positif dari publik, seolah ikut memudar sejalan dengan progress penanganan perkara. Progres yang tergelar kemudian, acapkali jauh dari ekspektasi publik pada awal perkara tersebut diungkap. Misalnya, publik yakin, keberanian untuk mengungkap tuntas, siapa intellectual dader (actor utama) dari korupsi tadi.

Harapan dari publik terungkapnya aktor utama, menjadi sebuah kewajaran karena negara ini adalah negara yang menjunjung asas equality before the law-kesetaraan di depan hukum. Sehingga siapapun yang menjadi bagian dari konspirasi jahat tadi, harus bisa didudukan di depan persidangan dan mendapat hukuman yang setimpal.

Bila kemudian publik harus menelan kekecewaan karena progress perkara heboh tadi hanya sesaat yaitu saat di awal ter-blow up, kemudian pada perjalanannya meredup dan hanya mentersangkakan para operator atau mereka yang pasang badan, seperti menjadi sebuah keruntuhan pada harapan atas asas kesetaraan di depan hukum tadi. Ini sebuah pengingkaran yang nyata dan menghianati proses hukum yang sejatinya bertujuan untuk mengungkap tuntas, menjadikan terang sebuah perkara A sampai dengan Z.

Publik sangat memahami, mengapa itu terjadi. Tiada lain dan tiada bukan, adanya Conflict Of Interest (COI)-adanya kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga menjadikan hukum kehilangan arah yang seharusnya. Seolah menguatkan atau meneguhkan asumsi bahwa hukum bisa ditekak-tekuk, sesuai dengan kepentingan tertentu.

Terhadap perkara yang demikian, meski acapkali juga akhirnya publik membuat sebuah eksaminasi independent, dengan tujuan untuk menjadi koreksi dan perbaikan di kemudian hari. Namun ini terus menjadi sebuah circle tanpa ujung dan terus berulang, seolah tidak memberi arti bagi sebuah kesadaran kolektif bahwa bermain api di ranah penegakan hukum, menjadi sebuah anomali yang tidak boleh terus berlanjut.

Menyikapi keberanian untuk membelokan sebuah skenario permufakatan jahat, dengan itikad dan berpihak pada nilai-nilai hukum dan keadilan, dalam system peradilan pidana di Indonesia, bisa untuk diminimalisir.

Saya lebih menumpu harapan pada meja persidangan. Hakim dengan kewenangannya, menjadi garda terakhir dalam menemukan dan mengurai apakah sajian pembuktian dan tersangka yang didakwa, benar-benar ia menjalankan perannya atau sebaliknya memutus mata rantai dari keberadaan aktor utama yang disembunyikan.

Berpijak dari kepentingan atas nama keadilan, Hakim Yang Mulia mengurai lebih jelas dari arah peran para pihak serta fakta-fakta persidangan untuk dibuka peluang pengembangan perkara yang harus ditindaklanjuti. Jangan ada alasan, untuk mempeti es-kan nama-nama yang sudah tersebut dalam fakta persidangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun