Foto Kompas.com
Menulis di kompasiana menjadi bagian mengisi waktu yang produktif. Bukan lagi sekedar menyalurkan hobi dan mendokumentasikan isi pikiran, namun bagian komprehensif dari implementasi kompetensi profesi dan latar belakang pendidikan saya di bidang hukum, yang akhirnya membentuk sikap anti korupsi. Maka, artikel saya di kompasiana sudah saya "proklamirkan" : bismilah menulis tentang korupsi.
Hari ini 21 September 2023, merupakan bulan ke sebelas saya menulis di Kompasiana. Sangat terasa kehangatan atas komentar-komentar yang disampaikan kompasianer lainnya terkait materi korupsi ini. Namun secara umum, sangat menyemangati dan menyepakati bahwa masalah korupsi menjadi permasalahan negeri ini yang sangat memrihatinkan dan perlu adanya peran serta seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk memeranginya (sebagai common enemy).
Karenanya, semangat untuk berbagi tulisan dengan tema korupsi tersebut menjadi sebuah luapan enegi yang harus saya salurkan, dengan kadang menyentil dengan bahasa-bahasa yang berbau hukum, sebagai entitas asal muasal perbuatan korup. Terkadang saya elaborasi dengan sentilan relegi dan filsafat, semata agar tujuan untuk bisa tercapai yaitu gaung " anti korupsi" menjadi sajian di publik, via media sosial ini. Alhasil, saya tergelitik untuk menganalisis capaian "peminatan baca" tema korupsi dibanding dengan tema lainnya. Ini hasilnya :
Pertama, artikel saya terkait dengan frugal living yang diupload bulan Agustus mendapat sekitar 3200 view, masih di bulan yang sama terkait dengan tema foody, saya tulis di sela rehat saat tugas di Lampung tentang lezatnya masakan Pindang Serani Palembang dengan view 1200-an. Pada bulan Agustus itu pula, bisa jadi karena lebih dari 3000 view, saya mendapat K-Reward dan foto saya terpampang dalam Kompasianer Pilihan untuk beberapa minggu. Sampai siang up load artikel, foto dan nama saya masih terpampang sebagai salah  kompasianer pilihan (saya kurang memahami apa maksud, kriteria terkait kompasianer pilihan ini, berkenan ada kompasianer lain yang memberikan pencerahan kepada saya).
Kedua, artikel dengan tema korupsi, capaian view tertinggi bisa jadi masih jauh dari capaian dengan tema frugal living dan foody atau yang travel story, masih dibawah 500 view. Untuk bulan September ini, saya beryukur,  beberapa artikel tentang korupsi menjadi artikel utama maupun pilihan redaksi. Hal yang menarik di sini, catatan statistik saya 218 artikel yang muncul di Kompasiana, 135 masuk pilihan redaksi dan 29 menjadi artikel utama. Ke-29 artikel utama tersebut, tema besarnya adalah tentang korupsi.
Dari fakta statistik artikel saya ini mungkin menjadi sebuah pertanyaan bagi saya : apakah memang animo atau keinginan membaca artikel dengan tema korupsi lebih kecil ketimbang membaca artikel dengan tema-tema semacam frugal living, travelstory, love dan semacamnya? Mungkin ada yang menyebut, substansi dua tema besar tadi sangat berbeda karakternya. Artikel dengan tema korupsi lebih pada titik baca yang "serius" dan membahasa tentang korupsi "sudah berada pada titik jenuh?"
Bukankah, sudah banyak pakar, berbagai bidang, memberikan masukan-masukan pada stakeholder untuk bisa memberangus korupsi, namun faktanya sebagaimana hari ini dirasakan dan dibaca di media, sebagaimana  dikutip dari katadata. Co.id yang menyebutkan  bahwa menurut laporan Transparency International, Indonesia memiliki skor indeks persepsi korupsi (IPK) 34 dari skala 0-100 pada 2022. Skor ini menjadikan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di Asia Tenggara. Transparency International melakukan survei indeks korupsi di 180 negara. Skor 0 menunjukkan negara yang sangat korup, dan skor 100 artinya sangat bersih dari korupsi. Menurut laporan tersebut, rata-rata IPK global pada 2022 sebesar 43. Dengan demikian, indeks korupsi Indonesia lebih buruk dari rata-rata dunia.
Apapun faktanya, saya berada pada posisi untuk tetap ingin menulis tentang korupsi, tanpa harus perduli dengan siapa dan berapa orang yang akan membaca dan sepaham dengan niat saya ini. Setidaknya, melihat fakta tadi, saya bisa berbuat, dengan mengajak, minimal pada diri sendiri untuk tidak melakukan korupsi. Tentunya harapan ke depan, semakin banyak minat dari para kompasianer yang handal untuk bisa berperan dalam mendukung semangat anak negeri untuk bersama memberantas korupsi hingga ujung negeri, sesuai dengan kompetensinya. Korupsi menyentuh hampir di semua aspek dan lini kehidupan, sehingga bisa untuk di blow-up, menjadi bahan literasi publik. Semoga.
Salam Anti Korupsi.