Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menangkap The Big-Fish

28 Maret 2023   11:07 Diperbarui: 28 Maret 2023   11:53 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut saat ini lembaga antirasuah itu belum menindak kasus-kasus besar seperti dahulu. Tumpak menilai kinerja KPK selama tiga hingga empat tahun ini masih dalam jalur yang semestinya. "Hanya sayangnya kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yg besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu the big fish itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK," ujar mantan Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 tersebut. Selain itu, Tumpak mengatakan kinerja KPK pada saat ini lebih berfokus kepada penindakan yang bersifat operasi tangkap tangan atau OTT saja. Sehingga, menurut dia, KPK kurang mendalami kasus-kasus besar, sebagaimana ditulis Tempo.co, 27 Maret 2023

Hal ini pun diungkap oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. "Ini memang suatu keprihatinan kita (terhadap kinerja KPK), saya berharap perlu didorong, KPK perlu di depanlah (dalam mengungkap kasus big fish)," kata Boyamin, dikutip dari suara.com

Ya KPK harus didorong untuk kembali pada track-nya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Lembvaga anti rasuah tersebut dihadirkan di negeri ini, untuk menjadi trigger dalam pemberantasan korupsi. Logika berpikirnya KPK ada, agar hambatan-hambatan masalah pemberantasan korupsi yang ditangani Kejaksaan dan Kepolisian bisa diatasi. Bahkan menjadi "konvensi" atau hukum yang tidak tertulis, KPK menangani korupsi yang "big Fish", dibanding dua koleganya dalam pemberantasan korupsi tadi.

Namun, saat sekarang, seolah menjadi keprihatinan, yang terwakili oleh penilaian dari Ketua Dewan Pengawas KPK dan MAKI tadi. Kritik ini sangatlah bijak, dengan tujuan agar KPK bisa kembali pada marwah-nya dalam menangkap korupsi yang kelas ikan besar. Dengan semangat memberikan kontribusi pemikiran,  pendapat saya adalah sebagai berikut :

Pertama, sejalan dengan pendapat "kurang-nya perkara big fish" yang ditangani, sebangun dengan mind set penanganan perkara untuk mengejar KPI (Key Performance Indicator). Satuan Tugas yang berkompenten, sudah "puas" diri bila dalam kurun waktu satu tahun terpenuhi target penanganan perkara. Sehingga, terjadi penanganan perkara dari perkara utama, turun bercabang hingga anak beranak pinak. Seolah mengejar tuntas perkara. Padahal, setiap perkara sangat terbuka peluang mengalami perkembangan. Dari sisi kualitas semestinya berhenti pada perkara utama, sedangkan hasil pengembangkan bisa diserahkan kepada APH lain, sehingga bisa memanfaatkan waktu dan tenaga untuk perkara lain yang sebanding.Tentu menjadi ironis bila KPK hanya berkutat pada perkara itu-itu saja dari level Pejabat Eselon I turun hingga level bawahnya. Bila dikaitkan dengan mind set "kerja" bisa memenuhi tuntutan KPI tentu terpenuhi, namun bila mind-set-nya adalah kualitas perkara yang ekuivalen dengan big fish. Ini menjadi hal yang kontraproduktif.

Kedua, penanganan perkara yang bernilai big fish, sangat berhubungan dengan kemampuan case building,  jelas akan berhadapan dengan permasalahan sumber daya, waktu dan pengelolaan serta engagement. Sehingga dengan bahasa yang mudah, menangani perkara yang big fish butuh tenaga ekstra dan full power. Bisa lebih rumit, banyak tantangan dan tentu hambatan-hambatan. Pada sisi ini, sekali lagi perlunya employee engagement, sebagaimana di teorikan oleh Kahn, 1990 : Albrecht, 2010) bahwa hasrat anggota organisasi terhadap pekerjaan mereka dimana  mereka bekerja dan mengekpresikan diri mereka secara fisik, kognitif dan emosi selama melakukan pekerjaan.

Kondisi yang perlu diubah adalah mind set penanganan perkara yang case building dibandingkan dengan perkara tangkap tangan atau pengembangan perkara yang ada.

Ketiga, diperlukan kemampuan dalam mengelola taktik dan tehnis penyidikan dengan memberdayakan (empowering) tim supporting yang ada pada KPK. Tim pendukung dengan berbagai kemampuan, harus diberdayakan secara maksimal. Pelibatan mereka sudah sejak dari titik nol penanganan perkara, sehingga secara komprehensip bisa mengatahui skema, jaring-jaring atau anasir perbuatan dalam pemenuhan unsur perbuatan yang disangkakan. Pemanfaatan IT, Akutansi Forensic, Digital Forensic serta unit kerja pendukung lainnya secara penuh memberikan kontribusi berjalannya proses dari core business penyidikan.

Keempat, pola penanganan perkara yang efektif dengan pola one case-one team, menjadi signifikan. Yang terjadi saat sekarang, satu perkara bisa ditangani oleh beberapa tim, meskipun dengan satu tim sebagai PIC-nya. Boleh saja ada perbantuan dari tim lain, namun dengan memaksimalkan pola satu kasus satu tim akan bisa menguatkan tanggungjawab penyelesaian perkara secara efektif dan efisien. Hal ini juga berkorelasi pada masing-masing individu penyidik dalam mengekplore kemampuan dalam penguasaan perkara. Semakin banyak orang, logika-nya semakin berkurang responbilitinya individu.

Kelima, menempatkan posisi Kepala Tim dan anggota tim berdasarkan kemampuan yang proporsional, bukan karena faktor-faktor lain apalagi dalam lingkup like and dislike. Hal ini perlu terkait dengan penguatan pola one case-one team. Sehingga peran dari seorang Ketua Tim dalam mengelola sumber daya yang ada bisa maksimal termasuk kemampuan anggota tim sesuai dengan bidangnya. Bila ini sudah berjalan maka, ada spesialisasi perkara untuk ditangani tim yang berkompeten. Ada pembidangan, atau mapping kemampuan dengan perkara yang akan ditangani. Semakin menguasai bidang tertentu, semakin profesional dalam penangannya. Tidak ada Tim yang menggantungkan diri dalam pemenuhan target KPI dengan hanya "menumpang" pada Tim lainnya.

Semoga Ke depan Lebih Baik

Salam Anti Korupsi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun