Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Fakta Lebih Kuat dari Kata-Kata, Facta Sunt Bonum Est Lex Legume

21 Maret 2023   09:17 Diperbarui: 30 Maret 2023   04:45 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengadilan. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com) 

Sering terjadi, ketika seseorang duduk di kursi saksi ataupun sebagai tersangka dalam perkara korupsi, menutupi apa yang menjadi fakta yang ia alami. 

Dalam kapasitas sebagai saksi, memberikan keterangan yang tidak benar, beresiko hukum. Ia bisa dikenai sangkaan memberikan keterangan yang tidak benar. 

Tidak main-main, ancaman pidananya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor: "dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Beda dengan tersangka, terdakwa mempunyai hak  untuk mengingkari ataupun tidak mengakui tindak pidana yang didakwakan terhadapnya. 

Hak ini sering disebut sebagai hak ingkar terdakwa. Pertanyaannya, bagaimana kalau dari awal proses penyidikan sudah tidak mengakui perbuatannya? 

Selama proses pemeriksaan di tingkat penyidikan, tidak mau mengakui apa disangkakan oleh penyidik. Akankah penyidik menggunakan segala cara untuk mengejar pengakuan? Cara seperti ini sudah lama ditinggalkan oleh penyidik tindak pidana korupsi. Mengapa?

Pertama, pembuktian secara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, menempatkan alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. 

Artinya, dengan dua alat bukti yang ada, dari lima alat bukti, pembuktian sudah dinyatakan cukup bukti. Sehingga mengejar pengakuan tersangka menjadi bukan hal yang utama.

Kedua, meskipun keterangan tersangka/ terdakwa bukan yang utama, namun berdasarkan pengalaman empiris, adanya keterbukaan dan keterus terangan tersangka/ terdakwa akan memudahkan atau membuat terangnya sebuah perkara. 

Ibaratnya, keterangan yang tidak diperoleh dari para saksi ataupun alat  bukti lain, bisa ditutupi atau disempurnakan oleh keterangan tersangka/ terdakwa, id perfectum est quad ex omnibus suis partibus constant (sesuatu dinyatakan sempurna apabila setiap bagiannya lengkap). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun