Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Saat Beda Pendapat dengan Tim Kerja

1 Februari 2023   01:00 Diperbarui: 1 Februari 2023   07:29 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada kalanya, saat meeting, maupun dalam keseharian dalam bekerja, muncul perbedaan pendapat, baik dengan kolega, bawahan atau atasan. Hal ini wajar, sebagai buah dari interaksi dalam sebuah komunitas kerja. Tidak semua pegawai sama bersikap dalam menghadapi perbedaan pendapat tersebut. Menarik, seperti yang dialami Wanti, berikut ini.

Ia, dikenal sering mengeluarkan pendapat dalam meeting ataupun dalam forum dialog, diskusi dan semacamnya yang diadakan di kantor. Hampir dipastikan, pada saat ada kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, bisa jadi ia-lah yang paling pertama unjuk jari untuk berpendapat. Suasana kantor yang menjunjung tinggi "demokrasi", seakan menjadi ruang tersendiri bagi Wanti untuk bebeas mengeluarkan pendapatnya. 

Luar biasanya, pendapatnya tersebut sering dianggap rasional dan mempunyai titik solusi yang memang dibutuhkan dalam perusahaan. Sampai pada suatu kesempatan meeting, Ratna yang sering diam saat rapat, kali ini bersuara. Apa yang menjadi usulan dalam rapat dan ditanggapi Wanti, di "cut" atau di belokan arah solusi yang diharapkan. Ternyata setelah diadakan voting, pendapat Ratna yang dijadikan dasar pengambilan putusan.

Apa yang terjadi dengan Wanti? Tersinggung? Marah? Menerima pendapat yang menjadi keputusan? Mengibarkan bendera perang dengan Ratna dan menganggapnya sebagai rival baru? Atau Wanti menjadi ngambek? Ternyata, atas kejadian tersebut, Wanti oke-okesaja. Ia tetap seperti Wanti, jauh dari apa yang dibayangkan atas rentetan pertanyaan tadi. Mengapa Wanti bisa seperti itu? Analisa sebagai berikut :

Pertama, Wanti menjadi pribadi yang terbuka. Ia sangat memahami, bahwa sebuah forum, diskusi, rapat dan sebagainya, sangat disadari sebagai forum terbuka. Sangat dimungkinkan muncul pendapat dari beberapa kolega dan ia meyakini, tidak perlu mengklaim bahwa pendapat dirinya yang paling hebat.

Kedua, sebagai bagian dari sebuah perusahaan, dalam upaya meningkatkan produktivitas, sangat dibutuhkan pemikiran dari berbagai sudut pandang dan pegawai di perusahaannya sangat bervariatif latar belakang pendidikan maupun pandangan serta pemikian, sehingga berdasar dengan hal ini sangat dimaklumi bahwa apapun keputusan dari pimpinan yang sangat elegan dalam menghargai pendapat semua pegawai merupakan solusi yang paling baik.

Ketiga, Wanti menyadari bahwa selama ini memang dirinya aktif berpendapat dan acapkali pendapat tersebut menjadi inti solusi permasalahan dan diambil sebagai keputusan bersama, setelah ditambah dengan saran pendapat yang melengkapi. 

Ini bukan sebagai sebuah simbol dirinya orang hebat, namun sangat disadari sebagai pegawai harus serius dalam ikut berperan dan mengikatkan diri dalam suasana apapun (engagement) pada kebaikan dan pengembangan perusahaan. Rasa untuk ikut memberikan kontribusi pemikiran menjadi sebuah "kewajiban" dirinya. Dengan kontribusi pemikiran tersebut, ia menjadi "sah" merasakan terlibat dan dilibatkan dalam perusahaan, hal ini menambah motivasi dalam bekerja.

Tidak banyak pegawai yang seperti Wanti. Sikap untuk mengikatkan diri secara "emosional" dengan mengembangkan potensi dirinya dalam ikut "membesarkan" perusahaan, dalam mencapai tujuan perusahaan menjadi sebuah tantangan tersendiri. Sikap ini berbanding dengan kebanyakan pegawai yang masih apatis, tidak perduli, skeptis dan tutup mata dan tutup telinga. Baginya, yang penting kerja dan kerja, dapat gaji dan tidak diPHK. Dengan suasana seperti ini, ia merasa sudah comfort, enjoy dan menikmati aktifitas kerja dengan apa adanya, menghabiskan hari menunggu tanggal pencairan gaji. 

Terhadap pola kerja yang demikian, menjadi tantangan para manager, untuk bisa mengcluster pegawainya, dengan obyektif untuk kemudian memberikan reward pada pegawai, semacam Wanti. Ia menjadi pegawai yang bisa dijadikan role model bagi pegawai lainnya, untuk ikut membersamai kesuksesan perusahaan dalam mencapai target dan tujuan.

Salam sehat selalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun