Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Menikmati Hidup dari Mbah Sipu

22 Januari 2023   05:46 Diperbarui: 22 Januari 2023   06:54 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumen Pribadi

Mbah Sipu. Begitu warga perumahan di sekitar Pisma Griya Asri, Denasri Batang, memanggil beliau. Usainya sudah mendekati 90 tahun. Dengan membawa keranjang berisi krupuk yang sudah dikemasi dalam plastik, perempuan yang dikaruniai 6 orang anak tersebut keliling komplek perumahan menjajakan krupuknya tersebut. Langkahnya pelan dan suaranya pun lirih. Krupuk, krupuk, krupuk. Krupuk bu, krupuk. Begitu suaranya.

Mbah Sipu sempat mampir di depan rumah. "Krupuk Pak ..." Begitu Mbah Sipu menawarkan.

"Iya Mbah. Sini duduk dulu,"

Saya tahu Mbah Sipu berkeliling menawarkan kerupuk sudah beberapa tahun yang lalu, dan dipastikan akan mampir ke rumah saya. Tidak tega bila tidak membelinya. Maka : pasti saya beli, walau saya dalam posisi mengurangi konsumsi gorengan, termasuk warga di rumah saya.

Di dampingi istri saya, Mbah Sipu mengisahkan dirinya yang kini tinggal bersama salah satu anaknya.

"Mbah ikut sama anak sing paling sugih" Ucapnya dengan nada bergetar dan bahasa Jawa, artinya Mbah ikut bersama anaknya yang paling "sugih". Frasa paling "sugih", sebenarnya sebuah kias. Karena arti yang dimaksud Mbah Sipu adalah anak yang paling "miskin" dari ke lima saudaranya. Mbah Sipu tidak mau menyebut kata miskin untuk anaknya karena pamali. Ucapan Ibu pada anaknya adalah doa. Maka, itulah yang diucapkan Mbah Sipu. 

index-63cc6aa74addee0987354f14.jpg
index-63cc6aa74addee0987354f14.jpg

Foto: Dokumen Pribadi

Memang begitu kebiasaan orang Jawa, yang sudah tua alias sepuh, senantiasa menghindari frasa kata atau kalimat negatif untuk anak-anak-nya, karena diyakini  sebagai doa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun