Salah satu produk dalam proses penyidikan adalah pembuatan Berkas Perkara. Bisa dilihat oleh publik ketika penyidik melakukan tahap II atau proses penyerahan tanggung jawab penyidikan kepada Penuntut Umum.Â
Berkas Perkara ada yang sampai beribu-ribu halaman. Tidak kebayang, apakah ribuan halaman itu akan dibaca tuntas oleh Majelis Hakim?
Bila jawabnya ya, butuh waktu berapa lama? Atau hanya banya resumenya saja? Nah ini, resume saja ada yang sampai 1000-an halaman. Terus ada yang lebih ringkas lagi? Ada yaitu Sampul Dalam Berkas Perkara.
Jadi bisa dikontruksikan sebagai berikut. Penyidik awalnya melakukan pemeriksaan pada saksi, tersangka atau ahli. Misalnya satu pemeriksaan, dibuat rata 10 lembar folio, pihak yang diperiksa semua 50 orang, jadi ada 500 lembar.Â
Dari 500 halaman tersebut di buat resume, misalnya menjadi 50 lembar folio. Kemudian ditutup dengan pembuatan sampul dalam berkas perkara kira-kira 4 lembar.Â
Jadi ada 554 lembar halaman. Jumlah halaman tersebut, ditambah lampiran-lampiran seperti dokumen terkait perkara atau persuratan yang ada hubungan dengan perkara, misalnya 100 lembar. Jadilah Berkas Perkara sekitar 654 lembar halaman folio.
Ini baru ilustrasi untuk perkara dengan saksi 50 orang, masing-masing dibuar rata-rata 10 halaman lembar folio. Bila pihak yang diperiksa lebih banyak dan lebih komplek dalam lampiran, tentu akan lebih tebal hasil akhir cetakan Berkas Perkara.Â
Apa yang jadi permasalahan? Dari contoh kontruksi perkara yang simple tadi, ide progresif saya adalah sebagai berikut:
Pertama, pemeriksaan terhadap para pihak, lebih pada pointer substansi pada penguatan pemenuhan unsur-unsur pasal yang dikenakan pada tersangka.Â
Banyak pertanyaan yang sebenarnya kurang substansif dan ada relevansinya dengan pemenuhan unsur pasal, sehingga bila pertanyaannya saja kurang substansial, tentu jawabannyapun menjadi kurang bernilai dalam pembuktian.