Mohon tunggu...
HERIE FENDI
HERIE FENDI Mohon Tunggu... -

My words, My world.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sanksi Adalah Bagian dari Edukasi | Orang Tua Jangan Lebay

5 Januari 2016   11:45 Diperbarui: 5 Januari 2016   12:25 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berita tentang dicukurnya rambut guru oleh wali murid sungguh menjadi derita dunia pendidikan akhir-akhir ini. Terlepas dari rentetan kejadian yang melatar belakangi cerita tersebut, maupun atas kejadian-kejadian serupa yang sering mencuat di era pendidikan sekarang ini seolah menjadikan lembaga pendidikan menjadi turun wibawanya. Pertanyaannya: “Apa yang sesungguhnya diinginkan negeri ini?”.

Tentu mencetak generasi mendatang yang berkualitas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada masalah-masalah pelik yang muncul yang itu tentu tidak terinci secara detail di buku besar kurikulum secara global. Para guru yang terhormat lah yang tahu persis situasi di lapangan, menghadapi berbagai situasi yang kompleks sekaligus memutuskan bagaimana harus bersikap dan bertindak sesuai peraturan yang telah disepakati bersama. Namun begitu, kadang penulis miris melihat bagaimana seorang guru dihujat, dihina, dan direndahkan atas apa yang mereka sebut sebagai kesalahan. Tapi benarkah itu murni kesalahan (yang disengaja)?. Ataukah tindakan yang semata demi kebaikan anak didiknya.

 

Berhenti beretorika, beri efek jera

Penulis kadang teringat pada penerapan pola kependidikan jaman dulu yang menekankan pada ketegasan yang benar-benar terlaksanakan, yang akhirnya melahirkan generasi-generasi hebat negeri ini. Melahirkan para Pahlawan Nasional, tokoh-tokoh besar, maupun sosok-sosok para pendidik juga orang-orang tua yang sangat pantas diteladani. Saya kira pola pendidikan modern yang sedang digalakkan ini jangan-jangan hanya akan melahirkan generasi-generasi alay, anak-anak yang kebanyakan selfie, dan generasi yang hanya mencari prestise tanpa prestasi. Lebih dari itu, maka kedepannya akan mencetak tokoh-tokoh penggalak korupsi, para ahli manipulasi, dan penggila materi duniawi.

Bagaimana tidak akan terwujud jika mulai sejak dini mereka sudah diajari bagaimana melanggar peraturan adalah kebanggaan, apalagi malah bisa terkenal karena didukung media sosial yang hobi mencuatkan berita-berita seperti ini, ditambah lagi dengan model-model orang tua yang terlalu memanjakan anaknya. Bagaimana tidak akan terjadi jika anak-anak dididik bahwa seseorang bahkan malah bisa dihukum karena melaporkan pelanggaran hukum atas nama pencemaran nama baik, lalu anak-anakpun memilih untuk menjadi pelanggar peraturan itu sendiri. Bagaimana tidak akan terealisasi jika anak-anak sekarang dijauhkan dari budayanya sendiri, bergaya rambut ala artis mancanegara, bercukur cepak sebelah layaknya pemain sepak bola eropa, sampai meniru model rambut orang-orang gila.

Berangkat dari kepedulian akan masa depan generasi mendatang inilah maka timbullah keinginan untuk menerapkan hukuman yang tidak hanya menghasilkan kedisiplinan tapi juga menimbulkan efek jera agar anak tidak melanggar lagi. Kalau dikerucutkan kepada masalah cukur-mencukur, saya kira ini adalah salah satu metode paling bijak karena minimal tidak menimbulkan rasa sakit secara fisik dan tidak meninggalkan bekas luka. Jadi ini murni hukuman yang menimbulkan rasa malu tanpa efek samping.

 

Ketegasan, BUKAN kekerasan

Sudah menjadi rahasia umum bahwa peraturan sekolah itu sejatinya telah tersosialisasikan kepada segenap wali murid bahkan sejak awal masuk tahun ajaran baru, yang selanjutnya itu dikenal sebagai “Tata Tertib Sekolah” yang harus ditaati oleh seluruh warga sekolah. Tata tertib ini pun tentu bersifat mengikat demikian dengan sanksi yang menyertainya. Jadi mustahil ketika sebuah pelanggaran terjadi tidak teriring dengan sanksi yang mengikutinya, yang ini tentu diketahui oleh seluruh warga sekolah termasuk wali murid itu sendiri.

Lalu dimana posisi orang tua pada saat itu? Tentu jika pelanggaran itu terjadi di sekolah maka yang menjadi orang tua adalah Bapak/Ibu guru, maka hak pengasuhan sejatinya telah terserahkan kepada beliau Bapak dan Ibu guru sekaligus kewajiban untuk memberi hukuman atau sanksi sesuai dengan paraturan yang berlaku di sekolah yang bersangkutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun