Mohon tunggu...
heri bdp
heri bdp Mohon Tunggu... Ilmuwan - فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Aktivitas keseharian selalu membaca, tafakur dan tadabur alam, Tuhan dan manusia. Resolusi akhir, berharap tunduk patuh dihadapan-Nya dengan qalbun salim, ridha dan diridhai oleh-Nya, adalah gerbong pemberhentian yang hendak dicapai.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Abraham Maslow: Redifinisi Kebahagiaan Melalui Peak Experience

2 Februari 2021   20:25 Diperbarui: 2 Februari 2021   20:28 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: herbertrsim.com

Tren psikologi abad-21 ini sedang getol sekali menyoal subjective well-being (kesejahteraan subjektif individu). Pembahasan seputar kebahagiaan, keunggulan, dan pemaksimalan potensi individu adalah point of minding (pusat pembahasan). Terlebih, di tengah carut-marutnya era modernisme, dengan ditandainya "lonceng kematian" atas metanarasi-metanarasi yang telah dibangun, dibanggakan, dan dieluh-eluhkan sebelumnya, adalah niscaya bilamana redifinisi kebahagiaan harus disadari betul oleh setiap individu. Namun sangat disayangkan, konsepsi kebahagiaan sampai detik ini masih berkutat pada term relatif dan subjektif.

Tetapi, boleh saja untuk sedikit dibenarkan, karena bahagia itu berada pada ranah batin yang bersangkutan. Terasa dalam batin dan tertampilkan dalam sikap, sangat bervariasi antar individu. Memang sukar diukur, sehinggap belum ada kriteria khusus secara universal sebagai pedoman untuk bersama (Jalaludin 2020). Dalam diskursus psikologi tersendiri, pemahaman tentang kebahagiaan bergantung pada pendekatan dan worldview masing-masing aliran.

Sebut saja wakil dari psikolog humanisme, Abraham Harold Maslow (1908-1970 M). Maslow terlahir di New York dan meninggal di Californa, Amerika. Semasa kecil, hubungan antara Maslow dan ibunya terjalin dengan kurang baik, tidak mengeherankan jika keadaan demikian menjadikannya sebagai anak pemurung (pemalu). Akan tetapi, dalam perkembangan hidup selanjutnya, Maslow sadar akan potensi yang dimiliki, serta menjadi bapak psikolog terkemuka bagi perubahan sosial positif pada masanya.

Perlu dicatat, Maslow hidup pada masa dimana terdapat bayak pandangan serta aliran psikologi masif berkembang, seperti Fungsionalisme William James, Teori Gestalt, Psikoanalisis Sigmund Freud, dan Behaviorisme J.B. Watson (Zulfikar Mujib dan Suyadi 2020). Melalui peluru yang dilesatkan, hierarcy of needs (piramida kebutuhan), nama Maslow menjadi populer dan memicu perbaikan cara pandang terhadap manusia. Seakan-akan Maslow sedang menyapa pada dunia, bahwa "rasa bahagia akan diperoleh individu, setelah melalui pemenuhan kebutuhan dasar pada setiap tingkat piramida kebutuhan"

Hierarchy of Needs

Seringkali, kepuasan intrinsik individu terhadap pemenuhan suatu kebutuhan, lebih jauh terasa bahagianya daripada kepuasan yang dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik. Kita juga sepakat, bilamana motivasi intrinsik dalam dimensi apa pun akan mengalami fluktuatif, sebagai efek cara berpikir dan tujuan yang hendak dicapai. 

Dan ternyata, tujuan setiap individu pun dipengaruhi oleh penilaiannya pada makna kehidupan (rich, free will, religious, popular, wise, and so forth). Dalam hal ini, dimensi psikologi tidaklah memberi informasi pada kita tentang nilai apa yang harus dipilih, namun konsekuensi pilihan atas berbagai nilailah yang memandu individu dalam setiap jenjang kehidupan.

Maslow, sebagai tokoh kedua paling berpengaruh dalam aliran psikologi humanistik, berkesimpulan bahwa setiap individu terlahir pasti membawa berbagai macam kebutuhan intrinsik. Melalui teori motivasi manusia yang digagasnya, dengan bertujuan untuk menjelaskan berbagai kebutuhan individu, serta mengurutkan tingkat prioritas pemenuhan pada tiap tingkatan, Maslow mengkonsepkannya menjadi dua dimensi, yakni D-needs (deficit needs) dan B-Needs (being needs). 

Adapun urutan pemenuhan kebutuhan individu, dimulainya dari tingkat bawah sampai ke tingkat atas (Ahmad Zainal Mustofa dan Nurus Syarifah 2020). Dengan adanya keberagaman kebutuhan intrinsik yang bersifat universal, menjadikan setiap individu untuk terus tumbuh dan berkembang, demi pengaktualisasian diri dan pemenuhan kesemuannya sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing.

corporatefinanceinstitute.com
corporatefinanceinstitute.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun