Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun Politik, Semestinya Bisa Bebas Praktik Politik Kebencian

8 Januari 2023   06:19 Diperbarui: 8 Januari 2023   06:24 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - kompas.com

2023 merupakan tahun politik menuju pilpres pada 2024 mendatang. Tahun 2023 juga merupakan tahun dimana perekonomian sejumlah negara mengalami resesi. Indonesia sendiri dikatakan fundamental perekonomiannya masih bagus. Namun, tidak menutup kemungkinan bisa juga terdampak dari tekanan ekonomi global. 

Sementara dalam kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih, sejumlah elit, tokoh politik, partai politik atau sejumlah pihak mulai sibuk mencari simpati publik, agar bisa memenangkan pilpres pada 2024 mendatang.

Ketika salah satu parpol mendaklarasikan nama capresnya, tentu saja hal langsung mendapatkan respon dari pendukungnya. Tak terkecuali kelompok radikal dan intoleran, yang juga ikut mendompleng hingar bingar politik ini. 

Cara yang mereka lakukan adalah memprovokasi para pendukung capres, dengan menyebarkan berita bohong. Tak jarang melakukan politik identitas, dengan memunculkan sentimen SARA di belakangnya.

Hal ini seringkali dilakukan ketika memasuki tahun politik. Dan kita semua pernah punya pengalaman terkait hal ini. Baik itu dalam pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan presiden. 

Praktek tersebut hampir terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan, hal tersebut kembali akan terjadi. Kelompok intoleran tentu telah menyiapkan berbagai strategi, untuk ikut mendompleng tahun politik ini, dengan mempropagandakan bibit intoleransi.

Hal ini semestinya bisa diwaspadai dan diantisipasi oleh kita semua, termasuk elit dan partai politik. Karena partai dan elit politik lah yang paling mempunyai kewenangan vital, untuk menghalau menyusupnya ujaran kebencian dalam masa kampanye nanti. 

Mari kita berkomitmen bersama, untuk tidak menggunakan politik identitas untuk menyerang atau ingin mendapatkan simpati publik. Biarlah suku, agama, bahasa dan budaya menjadi tempat yang netral.

Khususnya agama, semestinya juga tidak digunakan untuk menyerang lawan politik atau untuk mendapatkan simpati publik. Sentimen agama ini sangat sensitive, dan bisa disalahgunakan oleh kelompok intoleran untuk mempropagandakan isu radikalisme dan intoleransi. Apalagi jika diselipkan pemahaman ayat suci yang salah, semakin membuat kondisi semakin blunder. 

Contohnya adalah ketika adanya pemahaman mengenai jihad yang identik dengan meledakkan diri, membunuh atau tindakan kekerasan yang lain. Padahal, dalam Al Quran juga disebutkan bahwa jihad yang sesungguhnya adalah melawan diri sendiri. Karena itu mari kita belajar mamahami ayat suci berdasarkan konteksnya juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun