Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandemi, Literasi, dan Mawas Diri

5 September 2020   09:45 Diperbarui: 5 September 2020   09:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: economictimes.com

Pandemi telah membuat pola hidup kita berubah. Pandemi menuntut kita untuk tetap mengedepankan protokol kesehatan. Mencuci tangan, mengenakan masker dan menjaga jarak, menjadi keniscayaan yang harus dilakukan oleh semua pihak, tanpa terkecuali. Dengan menjalankan ketiganya, dipercaya bisa mencegah penyebaran virus corona.

Pandemi tidak hanya merubah pola perilaku, tapi juga banyak memunculkan adaptasi-adaptasi baru. Perekonomian yang terancam resesi, membuat banyak orang dan perusahaan harus melakukan berbagai inovasi. Karena hanya melalui inovasilah, diharapkan bisa survive di tengah pandemi ini. Karena banyak perusahaan yang melakukan efisiensi dan angka pengangguran pun berpotensi naik. Hal ini pun terjadi di hampir semua negara di dunia.

Dibalik semua adaptasi yang dilakukan tersebut, tentu diharapkan akan semakin menguatkan rasa persatuan diantara kita. Akan menguatkan rasa untuk saling membantu dan meringankan. Menguatkan rasa solidaritas. Karena dampak covid terbukti telah menyasar semua lapisan masyarakat. Mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat, bisa menjadi korban.

Di tengah pandemi ini, juga dituntut untuk tetap terus menguatkan literasi. Faktanya, ribuan hoaks terus bermunculan di media sosial selama pandemi ini. Entah apa tujuannya. Nyatanya, masih saja ada pihak-pihak yang secara sengaja menyebarkan informasi menyesatkan di dunia maya. Meski sudah banyak yang ditangkap aparat kepolisian, masih saja ada yang melakukannya.

Propaganda radikalisme juga masih terjadi di masa pandemi ini. Mereka memanfaatkan momentum pandemi ini untuk menjelekkan pemerintah, yang dianggap tidak mampu, tidak berpihak, mementingkan diri sendiri dan segala macamnya. Ujung-ujungnya mereka ingin mendorong ideologi khilafah, yang tidak tepat jika diterapkan di Indonesia. Beberapa pekan yang lalu, dunia maya juga diramaikan dengan rencana pemutaran film sejarah khilafah di Indonesia (SKID). Beruntung pihak media sosial langsung memblokir, rencana pemutaran film secara live tersebut.

Belum lagi ujaran kebencian yang muncul dengan berbagai cara, juga sering kita temukan di masa pandemi ini. Ujaran kebencian yang muncul melalui provokasi ini, berpotensi bisa menganggu ketenganan, kerukunan, dan konsentrasi masyarakat yang berusaha untuk menenerapkan protokol kesehatan. Ketika pemerintah melakukan pembatasan di tempat ibadah, pemerintah dianggap membatasi hak untuk beribadah. Ketika PSBB diterapkan, dianggap membatas hak masyarakat untuk beraktifitas. Kini, ketika pemprov DKI Jakarta banyak memberikan kelonggaran, provinsi ini menjadi zona merah penyebaran covid-19. Ibu kota menjadi tempat yang menyeramkan. Ratusan orang setiap hari positif, karena tidak menerapkan protokol kesehatan.

Mari terus mawas diri, dengan tetap mengedepankan toleransi dan literasi. Jangan merasa paling tahu, jangan juga merasa paling benar. Kita Indonesia, harus saling membantu satu dengan yang lain. Harus saling mengingatkan dan menyatukan, bukan menceraiberaikan. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun