Mohon tunggu...
David Herdy
David Herdy Mohon Tunggu... Penulis lepas

Penulis lepas yang aktif menulis fiksi dan non fiksi tema ruang publik sebagai bagian dari narasi ingatan kolektif. "Menulis adalah upaya kecil untuk mengabadikan pikiran sebelum ia lenyap. Karena ide tak punya kaki, kecuali kutuliskan."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Komite Sekolah: Wakil Orang Tua atau Perpanjangan Tangan Sekolah?

23 Mei 2025   14:14 Diperbarui: 23 Mei 2025   14:14 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Dok smadangawi.sch.id

Setiap tahun ajaran baru, orang tua murid diundang rapat komite. Tapi siapa sesungguhnya mereka wakili?

"Waktu itu saya protes soal pungutan pembangunan mushala, tapi ketua komite malah membela sekolah," ujar Dedi, orang tua murid di sebuah SMP negeri di Depok.

Komite Sekolah, Harapan yang Tak Selalu Sejalan

Komite sekolah seharusnya menjadi jembatan antara orang tua dan pihak sekolah. Fungsinya jelas: memberi pertimbangan, dukungan, dan pengawasan terhadap kebijakan pendidikan di sekolah. Namun, realitas di lapangan sering kali berbeda. Banyak orang tua merasa komite lebih sering berpihak pada sekolah daripada menyuarakan kepentingan wali murid.

Padahal, sesuai Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, komite sekolah adalah lembaga mandiri yang berperan meningkatkan mutu layanan pendidikan. Tapi jika hanya menjadi alat legitimasi kebijakan yang kadang membebani, seperti pungutan berkedok sumbangan, maka semangat partisipasi berubah menjadi beban.

Antara Sumbangan dan Pungutan

Permasalahan paling krusial dalam komite sekolah adalah batas tipis antara "sumbangan sukarela" dan "pungutan wajib". Beberapa sekolah negeri bahkan menjadikan komite sebagai tameng legalitas untuk memungut biaya renovasi, kegiatan ekstrakurikuler, atau pembangunan fasilitas.

Laporan dari Ombudsman RI tahun 2023 mengungkapkan bahwa 38% aduan masyarakat terkait pendidikan berasal dari pungutan liar di sekolah negeri. Dalam beberapa kasus, wali murid merasa terintimidasi jika tak mampu membayar, meski kontribusi itu disebut "tidak wajib". Komite sekolah seharusnya menjadi garda depan perlindungan, bukan justru menjadi pihak yang menambah tekanan.

Perlu Reformasi Komite Sekolah

Masalahnya bukan pada eksistensi komite sekolah, melainkan pada integritas dan transparansinya. Dibutuhkan reformasi dalam pemilihan anggota komite: harus representatif, akuntabel, dan tidak tersandera kepentingan pribadi atau hubungan dekat dengan pihak sekolah. Komite harus menjadi forum yang aktif menyuarakan kebutuhan dan kritik wali murid, serta menjadi alat kontrol sosial yang sehat.

Pemerintah daerah dan dinas pendidikan juga harus proaktif melakukan pembinaan dan audit berkala terhadap aktivitas komite. Tidak cukup hanya regulasi di atas kertas. Edukasi bagi wali murid mengenai hak dan peran komite perlu digencarkan agar tidak hanya menjadi formalitas tahunan.

Ilustrasi Foto Dok  smpn20solo.sch.id
Ilustrasi Foto Dok  smpn20solo.sch.id

Komite sekolah idealnya bukan sekadar pelengkap struktur, tetapi suara hati orang tua yang menjaga pendidikan tetap berpihak pada anak, bukan angka iuran.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun