Kau dan Aku dalam Sekotak Gawai
Kau pemuda desa
santun dan sangat
mencinta sang bunda
dengan segala bentuk
kesederhanaan yang ada
telah mendarah daging
hidup di kota kecil
yang ritmenya berjalan lambat
sehingga takada waktu yang
harus diburu-buru
membuka jendela kayu
tatkala bangun di pagi hari
selepas tanggalkan
selimut mimpi semalam
membiarkan udara segar
menyeruak masuk serta
hangat sapa mentari
menyentuh bantal guling
tergolek di tempat tidurmu
dan tak lupa hangati
selembar selimut Liverpool
kesayanganmu lalu selepas itu
menyeruput segelas
minuman panas
yang kau letakan persis
di kusein jendela
atau kau nikmati pagi di beranda
duduk di kursi teras
beratap spandek
Sedangkan aku
berdiam di pusat kota
dengan rutinitas dan aktivitas
yang takada matinya
kehidupan kota yang serba
tergesa serta riuh
kerapkali tak sempat untuk
sarapan pagi terlebih dahulu
berangkat dengan kuda besi
yang jadi kawan sejati
melibas tubuh aspal
hari-hari yang keras
energiku pun terkuras
demi berputarnya
roda-roda ekonomi
aku bahkan menjadi orang
yang tak pernah ingat
hari atau pun tanggal
tahu-tahunya hari telah berganti
dan tanggal pun tumbang
dalam almanak tertera
pergi tatkala benderang
dan pulang ketika
langit menyepuh gelap
Kau dan aku
terpisah jarak dan
dipartisi ruang dan waktu
kerap bertukar kabar
meski hanya lewat gawai
melucuti baris-baris chatt
terkadang senyum-senyum sendiri
tertawa menahan geli
dan bahkan terkadang salah
menafsirkan akan sesuatu
sebab rentetan huruf dan abjad
tak bisa mengekspresikan rasa
begitu pun emotic icon
tak dapat menjadi
penyambung lidah ataupun rasa
sebab hanya pada sekotak gawai
kita bisa saling sua di ujung jemari
hanya pada sekotak gawai
tak semua dapat diwakili
namun pada sekotak gawai
kita saling bergantung
* Â ) Jakarta-Klaten
H 3 R 4
Jakarta, 13/10/2022