Mohon tunggu...
Hera Veronica Suherman
Hera Veronica Suherman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengamen Jalanan

Suka Musik Cadas | Suka Kopi seduh renceng | Suka pakai Sandal Jepit | Suka warna Hitam

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Percakapan Gadis Kecil dengan Tuan Bertopi Baja

19 Agustus 2022   10:49 Diperbarui: 19 Agustus 2022   10:57 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : dicreemdisenolatino@pinterest.com

Percakapan Gadis Kecil dengan Tuan Bertopi Baja

Seorang gadis kecil dengan lugunya bertanya pada sesosok pria berseragam, bertopi baja berselempang senjata laras panjang. Dengan kepala dipenuhi setumpuk keingintahuan.

"Tuan... apakah arti symbol ini...?"
ujarnya dengan sorot mata lekat menatap mata sang tuan bertopi baja, sekan tengah mencari-cari sesuatu di dalam bola matanya. Seraya mengais-ngais serpihan rasa penasaran.

"Itu adalah symbol cinta Nak...!" ucap sang Tuan, mencoba memberi penjelasan dengan keramah-tamahan serta tatap mata dilumuri keteduhan, layaknya sebatang pohon beringin nan rindang.

"Tuan yakin itu adalah symbol cinta..." masih kata gadis cilik itu, seperti mementahkan perihal jawaban sang Tuan ditingkahi kedua bola matanya nan ekspresif.

"Iya benar sekali Nak itu adalah symbol cinta dan cinta itu adalah Bahasa yang Universal" Jawab sang Tuan menegaskan, serta mencoba memberi pemahaman dengan bijak.

"Kalau benar cinta itu bahasa yang Universal, menebar kebaikan, cinta terhadap sesama tanpa memandang apapapun."

"Mengapa Tuan jadikan Negaraku, Negara Api luluh lantak tak bersisa hanyalah puing-puing kehancuran. Tak hanya Tuan alirkan air mata kesedihan namun juga genangan sungai darah."

"Sekejap kotaku menjelma kota mati tersaput debu takada kepak sayap-sayap pengharapan, sebab langitku berubah berwarna kelabu dan hanyalah getir yang tumbuh subur di atas kotaku nan hancur." Dengan ucapnya yang sontak berapi-api, seolah tengah luapkan amarah membuncah."

"Dan aku kini tak ber-Ibu dan tak ber-Ayah" dengan sorot mata nelangsa serta bola mata menggantung tebal awan kesedihan seraya menahan butiran-butiran bening agar tak jatuh dari sudut matanya. Didapati sesayat luka menganga pada kilatan mata.

Sang Tuan bertopi baja hanya bisa menahan ludah dan tenggorokannya serasa tercekat, ia pun turut merasakan ngilu tatkala melumat tatap mata sang gadis. Hatinya serasa ikut teriris nyeri bukan kepalang.

"Ah.... PERANG, engkau selalu ciptakan kehancuran!"

"Di mana cinta kasih berada, sepertinya ia telah turut terbawa hanyut arus deras Angkara serta Keserakahan Manusia. Rintih hatinya pilu."

H 3 R 4
Jakarta, 19/08/2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun