Belati Tikam Jantung Puisi
Lengan bertanya pada belati
"apa yang hendak kau tikam...?"
dan belati pun tak ragu menjawab
"aku ingin menikam jantung puisi...!"
Aku ingin agar takada lagi
bayi-bayi puisi yang terlahir
dari rahim para pemuisi
roman picisan sastra rendahan
Karya ecek-ecek murahan
yang kesemuanya hanya
dipandang dengan sebelah mata
seakan tak bernilai dan berharga
Masih ujar belati
aku ingin tikam jantung puisi
agar tak berdenyut lagi
mati dan tak menggeliat
Lalu dikubur di makam abadi
tempat para pujangga dengan
kecintaannya memeluk sastra
serta sang penyair yang gemar
Memahat aksara di pulam sukma
serta menenunnya di bilik pikir
sehingga menjadi sehelai pakaian
nan sahaja dikenakan para pemuisi
Lengan menghalau belati
dan menepisnya seraya memekik
dengan penuh angkara murka
yang seakan disulut api
Lengan berteriak lantang
dan lemparkan sebilah belati
hingga belati tersungkur dan
rebah di tanah amarah
Lengan berujar kalaupun hendak
kau tikam jantung puisi
hingga mati dan nadi-nadinya
tak lagi mengalir merah darah
Sejatinya puisi tak akan pernah mati
jantung puisi akan berdenyut
selaras dengan denyut nadi
yang tak pernah musnah kendati