Mohon tunggu...
Hera Veronica Suherman
Hera Veronica Suherman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengamen Jalanan

Suka Musik Cadas | Suka Kopi seduh renceng | Suka pakai Sandal Jepit | Suka warna Hitam

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Tanah Merdeka dan Nasib Generasi Bangsa

11 Agustus 2020   10:58 Diperbarui: 11 Agustus 2020   13:30 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source | Republika.com

Di Tanah Merdeka dan nasib Generasi Bangsa

Masih banyak anak-anak di pedalaman tak tersentuh peradaban, tak bisa mengenyam bangku sekolahan, terkungkung dalam kebodohan serta miskin pengetahuan. Yang dunianya hanya berisi hutan, sawah dan ladang, guna membantu orangtua, demi mencukupi kebutuhan harian. Tanpa pernah berpikir akan masa depan apalagi meraih cita-cita.

Masih banyak anak-anak yang harus bersusah payah guna pergi kesekolah, bertaruh nyawa meniti jembatan dengan mengalir sungai berarus liar di bawahnya. lalu masih harus dilanjutkan dengan berjalan kaki dengan menempuh perjalanan berkilo meter jarak dari rumah ke sekolah. Namun itu semua dilakoni demi mendapatkan asupan nutrisi berupa ilmu mengisi bilik-bilik pikirnya.

Masih banyak anak-anak di paksa keadaan guna menjadi tulang punggung keluarga, di usianya yang masih tergolong belia. Terdampar di trotoar dan aspal serta kerasnya kehidupan jalanan. Berperisai gitar mengamen di perempatan lampu merah, mengharap kepingan uang receh guna di tukar dengan bungkusan nasi lalu di berikan pada Bapak, Ibu serta Adik-adiknya di rumah.

Masih banyak anak-anak yang harus mengais botol-botol yang terserak di pinggir jalan, guna mengisi tas anyaman bambu atau karung yang di bawanya dari rumah lalu di kumpulkan kemudian di bawa ke pengepul. Guna di tukar dengan lembar-lembar rupiah yang tak seberapa. Untuk di berikan ke orangtuanya guna asap dapur tetap mengebul.

Masih banyak, dan masih teramat banyak lagi potret buram Generasi penerus Bangsa yang di dera kesukaran hidup bahkan terpaksa membunuh mimpi-mimpinya, guna bisa mengenyam bangku sekolah yang serasa sesuatu hal yang teramat mewah. Dan mau tak mau ia harus melarung cita-citanya, di laut lepas dan kemudian di biarkan karam, lalu terkubur hingga menjadi bangkai tersaput debu waktu.

***
Hera Veronica
Jakarta | 11 Agustus 2020 | 10:44

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun