Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sembelihlah Kehewanian dalam Diri Sendiri

21 Oktober 2021   10:00 Diperbarui: 21 Oktober 2021   10:17 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Al Baqarah 83/4 menjelaskan inti keagamaan dalam beberapa kalimat saja. Tidaklah cukup kita menyatakan keimanan kita. Iman mesti diterjemahkan dalam lewat laku kita sehari-hari. Yaitu dengan :

1. Melayani keluarga, kerabat, sesama manusia,

2. Bicara dengan lembut,

3. Shalat, senantiasa mengupayakan peningkatan kesadaran,

4. Tidak membunuh/mengusir menganiaya diri. Qur'an karim jelas sekali, barang siapa "membunuh" (siapa saja) telah melakukan bunuh diri. Menzalimi siapa saja berarti menzalimi diri.

Ini yang terlupakan oleh kita. Bahwasanya begitu beriman pada Allah berarti melihat wajah-Nya dimana-mana. Sedemikian kronisnya penyakit lupa kita sehingga kita pun sudah lupa bahwa sedang menderita penyakit lupa. Dan, dalam keadaan lupa itu kita membaca kitab2 suci kita, bahkan menafsirkan ayat2 yang dibaca.

Hasilnya pasti membingungkan diri dan juga membingungkan orang lain misalnya ayat 212 - perintah untuk membunuh/berperang disini mesti ditafsirkan sesuai dengan keadaan kita saat ini. Berperang melawan siapa? Membunuh apa atau siapa? Bukankah firman sebelumnya jelas sudah bahwa membunuh siapa pun sama dengan bunuh diri.

Dalam ayat ini perintah "bunuh" sesungguhnya adalah untuk diri sendiri. Berperanglah melawan nafsu rendahan. Walau apa yang kita peroleh lewat nafsu rendahan itu menyenangkan dan nikmat (preya). Kenikmatan badaniah. Dan, terimalah yang diperoleh dari Kesadaran Tinggi. Walau perolehan itu awalnya terasa tidak nikmat (shreya). Kemuliaan jiwa. Perintah Al Baqarah untuk menyembelih hewan di "dalam diri" kita jelas sekali. Sejinak apapun hewan itu, ia tetap hewan, tidak perlu membela kehewanian-diri, "apa salahnya? Kenapa mesti dibunuh?"

Jika manusia diperkenankan memelihara kehewanian di dalam dirinya, maka untuk apa dilahirkan sebagai manusia dengan bonus kesadaran tambahan? Tetap saja lahir sebagai hewan dengan insting hewani. Kesadaran utama manusia adalah kesadaran akan kehewanian di dalam dirinya. Dan, pekerjaan utama manusia adalah penyembelihan hewan itu. Pencapaian utama manusia adalah hidup dalam kemuliaan dan kebahagiaan sejati, dan tidak berhenti di tingkat kenikmatn indra dan kesenangan sesaat saja.

Nafsu hewaniah dalam diri yang menyebabkan kekacauan di bumi ini. Inilah yang mesti disembelih. Bukan menyembelih hewan qurban. Siapa yang kita korbankan? Si hewan pun tidak rela. Selama ini kita menganggap kita bisa jadi baik dengan menyembelih hewan kurban. Pemahaman yang membuat dunia semakin kacau...

Kita sering mencari kemudahan yang enak bagi selera kita. Siapa yang akan makan daging kurban? Ya, kita sendiri. Tanpa sadar sesungguhnya kita sedang membesarkan ego.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun