Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Abai Menyembah Dewa Berakibat Bencana

2 Agustus 2021   10:51 Diperbarui: 2 Agustus 2021   10:57 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pengertian Dewa atau Sang Penguasa 

Dewa bukanlah sosok, tetapi sang penguasa. Dalam keyakinan para leluhur kita, banyak tradisi memebrikan penghormatan atau penghargaan pada alam. Mereka sangat meyakini bahwa kekuatan alam ini memiliki penguasa. Misalnya Dewa Indra; sang penguasa ini dianggap yang berkuasa terhadap hujan. Dewa Bayu sebagai penguasa angin. Matahari dikuasai Dewa Surya.

Sesungguhnya semua ini hanyalah simbol untuk mengingatkan bahwa kita sebagai manusia bisa menikmati kehidupan karena berkah para dewa. Hal ini penting kita ingat agar kita senantiasa bersyukur kepada para penguasa. Oleh karena itu, kita wajib hidup dengan melakukan persembahan bila tidak ingin mengalami bencana.

Penyebab terjadinya bencana.

Ya, selama ini terjadi banyak bencana karena kita tidak melakukan persembahan kepada para dewa. Persembahan yang mesti kita berikan bukanlah berwujud sesajian, tetapi persembahan berupa penghargaan terhadap alam. Rasa hormat atau penghargaan pada alam adalah ketika kita hidup selaras dengan alam.

Hidup selaras dengan alam berarti kita tidak mengumbar hawa nafsu untuk menguasai alam. Kita anggap dengan mengeruk kekayaan alam kita bisa hidup bahagia. Kenyataan yang terjadi adalah kebalikannya. Bencana alam seperti longsor terjadi ketika menggunduli hutan atau menggunakan lahan hutan untuk kebun kelapa sawit atau pun menggunduli pohon di lereng pegunungan untuk pembangunan vila. Ini hanyalah contoh yang sering kita jumpai di sekitar kita.

Hidup selaras dengan alam bila kita memelihara alam. Inilah yang dimaksudkan dengan persembahan. Kita menyembah pohon dalam bentuk memelihar pohon. Janganlah menebang pohon semaunya hanya demi pembangunan rumah. Mereka yang bisa hidup selaras dengan alam akan merasakan kebahagiaan.

Perubahan iklim yang terjadi saat ini juga karena kita tidak hidup selaras dengan alam. Sering kita abai terhadap penggunaan kertas tissu. Kita menggunakan secara sembarangan. Kita sadar bahwa kertas tissu berasal dari pepohonan. Banyak pohon telah ditebang hanya untuk kenyamanan kita dalam membersihkan kotoran. Kita ambil kertas tissu untuk digunakan membersihkan kotoran kemudian kita buang begitu saja. Padahal hal ini bisa hindarkan dengan penggunaan kain yang bisa kita cuci. Pola hidup abai seperti ini yang tidak selaras dengan alam.

Animisme 

Leluhur kita dulu dianggap penyembah berhala karena menyembah pohon, sungai, matahari, dan bulan. Sungai juga wajib kita hormati. Tidak membuang sampah ke sungai, memelihara tanaman di pinggir sungai. Tidak tinggal di pinggir sungai sehingga pada akhirnya mempersempit aliran sungai. Cara-cara seperti inilah yang dimaksukan dengan hidup selaras dengan alam atau menghormati sungai. Apakah kita lupa bahwa air merupakan sumber kehidupan kita? Bukankah di dalam sungai juga hidup ikan dan hewan air lainnya yang kita konsumsi demi kesehatan kita?

Dahulu kala leluhur kita melarang menebang pohon yang besar. Bahkan nenek moyang kita melarang menebang karena ada penunggunya. Padahal sesungguhnya yang terjadi adalah demi terjaganya sumber air di sekitar pohon sehingga kita tidak kekeringan. Inilah kearifan leluhur yang sadar bahwa kita tidak bisa hidup tanpa adanya alam ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun