Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli

Kadet Ngopa-ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Racun Naja Tanda Kesaktian

16 Mei 2022   12:26 Diperbarui: 16 Mei 2022   12:36 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kuali sakti. Tunjukan kepadaku, di mana keberadaan bayi itu?" kata Putera Nara dengan suara lantang. Tak lama keluar gelembung-gelembung udara dari dasar kuali naik ke permukaan air lalu menunjukan warna putih berlendir.

"Haah. Apa ini. Ayolah kuali sakti." dengan suara lantang lagi keras "Di mana bayi itu!"

Dengan cepat kuali sakti menampakan wujud air putih berlendir persis seperti sebelumnya. Tatapan Putera Nara berubah seperti ketakutan, wajahnya berkeringat.

"Ki Purwa. Apa maksudnya ini?" tanyanya.

Ki Purwa yang masih setia di samping,
tangannya tiba-tiba menyentuh air di kuali itu. Ia mencoba merasakan tapi seperti tak yakin kemudian mendekatkan kehidungnya untuk memastikan. Sesaat wajahnya berubah keheranan.

"Racun." ucapnya singkat.
"Ayo Ki Purwa, jangan membuatku penasaran." timpal Putera Nara.
"Apa kau menggunakan mantra Kolobra Naja, tuanku?" tanyanya menebak.
Lama terdiam, seperti enggan menjawab
"Benar sekali Ki." kata Putera Nara penuh yakin.

Dengan sesal Ki Purwa menegaskan, "Bayi itu menyimpan racun ular kobra di tubuhnya." lanjutnya "Kelak, tuanku takkan mampu mengalahkannya dengan mantra ini lagi."

Tangan Putera Nara mengepal dan memukul meja tempat kuali sakti itu berada. "Ceroboh sekali diriku." ucapnya. Ia begitu menyesali menggunakan mantra yang juga bagian dari kekuatan besar miliknya.

"Ki Purwa," ujar Putera Nara.
"Ya, tuanku." jawabnya.
"Segera siapkan segala keperluan, aku ingin berlatih dan menyempurnakan mantra uragapati." perintah Putera Nara tegas.
"Baik, tuanku." Jawab Ki Purwa singkat kemudian pamit bergegas meninggalkan ruang kuali sakti dan tuannya.

***

Di hutan larangan, lelaki tua masih saja menimang-nimang Dewandaru. Tak ada tangis sedikit pun, hanya ada tawa kecil selalu menghiasi wajahnya. Sesekali kumis panjangnya yang putih keperakan disentuh-sentuhkan ke wajah si mungil, bayi itu terkekeh-kekeh. Namun, sesuatu terjadi saat lelaki tua itu mendekapnya dengan erat penuh kasih sayang, Dewandaru menangis. Lelaki tua keheranan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun