Langit terang di pagi yang ceria, dua anak berlari saling berlomba. Berlomba untuk menyirami tanaman di sebuah perkebunan.
"Hei, Bleduk, Plencing, awas licin." teriak Bibi Owa jawa mengingatkan dua anak itu, agar mereka tak terpeleset dan jatuh. "Sudahlah Bi, berapa kali pun diingatkan mereka akan tetap seperti itu," ujar Kekes menyapa Bibi Owa jawa.
Mendengar ucapan itu dia bernapas pelan dan dalam. Rasa gelisah tak bisa dielakan, Bibi Owa jawa masih saja berjalan mondar-mandir, sambil mengepalkan tangan dengan posisi dekat dada.
Gerak-geriknya tak menentu. Terkadang duduk, kemudian berdiri lama terdiam dengan sorot mata kedepan. Kemudian mondar-mandir lagi, sesekali terlihat tangannya meraih gelas bambu berisi jahe hangat dan meminumnya.
Kekes yang terus memperhatikan Bibi Owa jawa hanya bisa memandangi dari kejauhan sambil memetik buah-buah yang layak dipetik.
***
"Kami berdua mendapat kabar dari Kampret, bila engkau akan datang. Aku dan Jenderal Badak beserta pasukan dengan setia, mengikuti apa yang engkau titahkan" ujar Jenderal Gajah dan di sampingnya Jenderal Badak.
Kemudian, Kancil memberikan arahan untuk menuju bumi perkebunan Bibi Owa jawa. Dia mungkin telah menunggu kehadiran kita. Aku mengabarkan kepadanya melalui Lajaluka, bahwa aku akan berkunjung menuju bumi perkebunannya.
Setelah memberikan beberapa arahan, tak berlama-lama, mereka pun mulai mempersiapkan keberangkatan menuju bumi perkebunan Bibi Owa jawa.
***
Bleduk dan Plencing menghampiri Bibi Owa jawa, setelah menyelesaikan kegiatan menyiram tanaman "Bibi" tanya Bleduk kepadanya, "Betulkah ayahku dan ayah Plencing akan datang bersama Paman Kancil di perkebunan ini?"