Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senyum di Negeri Harapan

18 Desember 2022   06:47 Diperbarui: 18 Desember 2022   07:02 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senyum di negeri harapan | foto: HennieOberst—

"Papa belum pulang, Ma?" Savanna berbisik di samping mamanya. 

"Mungkin agak malam. Tadi Herr Braun datang dan mengajak ke pertemuan komunitas." Asmaa menjawab sambil menutup pintu kamar putri bungsunya dengan hati-hati.

"Ach so." Savanna menyahut pendek, lalu menyeret langkahnya  ke dapur. Diambilnya dua jus jeruk kemasan kotak dan kembali ke kamarnya.

Asmaa tersenyum memandang punggung anak keduanya. Rasa bahagia dan haru seperti berdesakan dalam hatinya. Asmaa menyeka ujung matanya yang basah.

Empat tahun sudah berlalu. Ingatannya kembali saat sekelompok orang menyambut mereka di perbatasan negeri. Dia tidak tahu ada berapa orang di rombongan itu, yang pasti Asmaa bersama suami dan ketiga anak mereka naik bus menuju ke satu tempat.

Begitu sibuk dan padat ruangan yang sangat luas itu. Tempat tidur terlihat berjajar dengan pembatas ruangan seperti yang digunakan di rumah sakit. Seorang wanita dengan rambut blonde dan pria mendekati mereka. Pria yang mendampingi menerjemahkan ucapan wanita itu. 

Baca juga: Fall in Montreal

"Kalian aman di sini." Begitu pria yang mengenakan rompi warna lime berkata. Lalu dia menerangkan, untuk sementara Asmaa sekeluarga harus menginap di penampungan. 

Malam itu Asmaa tak kuasa membendung tangisnya. Bongkahan batu besar yang mengganjal perasaannya akhirnya luruh. Lelah yang luar biasa perlahan menjalar di seluruh tubuhnya. 

Zaid, suami Asmaa mengambil keputusan besar untuk keluarganya. Menjual apa pun yang mereka punya mereka demi menyelamatkan anak-anaknya. Suami istri ini bisa menerima saat Gibran, anak sulung mereka terpaksa harus ikut berperang. Meskipun harus pulang dengan cedera yang parah dan trauma yang luar biasa.

Namun, Zaid dan Asmaa tidak bisa membiarkan ketika dua anak perempuan mereka tidak diizinkan bersekolah. Bahkan putri kedua yang baru memasuki usia remaja diminta untuk dijadikan istri seorang pria dewasa. Mereka juga tidak bisa lagi leluasa keluar rumah. Kebutuhan hidup sulit didapat, penjarahan terjadi di mana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun