Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bahasa Remaja dan Bahasa yang Ketinggalan Zaman

8 November 2021   04:12 Diperbarui: 8 November 2021   05:34 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa remaja dan bahasa yang ketinggalan zaman | foto: Freepik/cookie_studio—

Yang pernah menjadi remaja pasti ingat tren bahasa yang digunakan di masanya. Saya ingat, dulu kedua orangtua kami suka bertanya apa arti kata-kata yang kami ucapkan. Sementara kami, anak-anaknya cekikikan senang menanggapinya.

"Bahasa rahasia" ini bisa kami gunakan jika ada omongan yang tidak boleh dimengerti orangtua.

"Jangan pakai lagi kata-kata itu." Kemarin itu anak saya menanggapi satu istilah yang saya gunakan. 

Sejarah ternyata terulang lagi. Sekarang saya yang bingung dengan bahasa yang digunakan anak remaja saya. Lha, bahasa Indonesia saja saya ketinggalan jauh, apalagi bahasa remaja anak Jerman.

Suami saya pun tertawa menanggapi ucapan anak saya. Dia juga sama bingungnya dengan saya. Sepertinya celah yang terjadi antara orangtua dan anak (terutama remaja) selalu ada.

Bahasa dibentuk oleh orang dewasa, sementara anak muda sedang mengembangkan identitas mereka. Mereka juga sedang belajar untuk mandiri dengan perlahan-lahan memisahkan dirinya dari dunia orang dewasa. Semua ini adalah proses normal dan alami, untuk menumbuhkan kepercayaan diri mereka.

Anak muda memiliki dunianya sendiri. Mereka berkomunikasi dengan bahasa sendiri, dengan menciptakan istilah-istilah baru khas anak muda.

"Bahasa gaul" mungkin istilahnya, atau penyebutan ini sudah ketinggalan zaman?

Bahasa juga sangat dinamis. Saya betul-betul menyadarinya setelah lama meninggalkan tanah air dan saat berinteraksi dengan saudara dan teman-teman di Indonesia.

Sesekali saya dan 6 saudara kandung melakukan video call. "Kata-kata itu sudah nggak dipakai lagi," abang kami (kakak laki-laki) berkata sambil tertawa, disambut saudara lain yang tinggal di Indonesia. Putri abang saya yang ikut hadir bertanya, apa arti kata yang saya ucapkan itu. 

Oh, betapa kunonya bahasa saya. Akhirnya kami semua terbahak-bahak.

"Udah ah, nggak berani ngomong. Nanti dibilang bahasa jadul." Kakak perempuan saya yang 10 tahun lebih lama masa tinggalnya di Jerman dibandingkan saya akhirnya menimpali.

Jadi, ada baiknya juga bagi saya menulis di Kompasiana ini dengan menggunakan bahasa Indonesia. Nyerah, jika saya harus menulis dengan gaya bahasa anak muda masa kini.

Salam bahasa.

(Hennie Triana Oberst - DE, 07.11.2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun