Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibuku, Guru yang Tiada Henti Berbagi Ilmu

25 November 2020   17:33 Diperbarui: 25 November 2020   17:37 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibunda dan ayahanda saat tur di Eropa - foto: HennieTriana

Di antara beberapa guru yang bisa menjadi teladan, bagi saya pribadi, ibu saya adalah yang paling menjadi teladan bagi saya.

Beliau dulu menyelesaikan sekolah di SPG (Sekolah Pendidikan Guru), jenjang pendidikan untuk menjadi seorang guru pada zamannya.

 Ibu saya kemudian bekerja menjadi guru di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Tetapi kemudian, setelah menikah dan punya anak, beliau memutuskan untuk bekerja di SD saja. Alasannya, supaya beliau punya waktu lebih banyak untuk keluarga.

Sekolah Dasar Negeri tempat ibu saya mengajar adalah juga tempat saya belajar selama 6 tahun pertama. Letaknya tidak jauh dari rumah kami, mungkin sekitar 500 meter. Cukup berjalan kaki pergi dan pulang sekolah.

Kami selalu mengambil jalan pintas, melewati halaman belakang rumah kakek dan nenek dari pihak ibu. Setelah itu meniti dua parit, yang satu paritnya cukup besar dengan jembatan yang sempit.  

Meskipun ibu bertugas di sekolah saya, tetapi beliau tidak pernah menjadi guru di kelas saya, tidak mengajar satu mata pelajaran ataupun menjadi wali kelas saya. Seingat saya, hanya sekali ibu mengajar di kelas saya sebagai guru pengganti karena guru kami berhalangan hadir. Sikapnya terhadap saya sama seperti guru lain, tidak ada yang istimewa. 

Saya rasa, pasti tidak gampang bagi seorang guru untuk bersikap netral saat mengajar anaknya sendiri di sekolah.

Ada yang membuat saya kagum. Ibu selalu bisa menundukkan murid-murid yang bandel. Dengan pendekatan secara lembut tapi tegas mereka bisa termotivasi untuk belajar dan patuh mengerjakan tugas-tugas yang diberikan ibu. Bahkan sering mereka membantu ibu saya membawa tugas-tugas murid yang harus diperiksa, mengantarkan ke rumah kami.

Orang tua murid-murid ini menyampaikan rasa terima kasihnya pada ibu.  Bahagia tidak terkira melihat perkembangan anaknya. Banyak dari mereka yang mengaku angkat tangan dengan kebandelan anak mereka.

Saya lupa tepatnya tahun berapa, ibu saya pindah tugas ke sekolah dasar lain yang letaknya lebih jauh dari rumah kami. Beliau mendapat tugas baru, menjadi kepala sekolah di sana hingga masa pensiunnya tiba.

Di masa pensiunnya, ibu saya mendirikan PAUD. Tempat belajar yang dirintisnya ini betul-betul dilakukan secara tulus dan sepenuh hati, tanpa imbalan. Dana pribadi dan hasil sumbangan dari Jerman sebagai langkah awal jalannya kegiatan belajar anak-anak di tempat ini. Berbagi ilmu dan mendidik anak-anak bagi ibu adalah panggilan jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun