Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menyusuri Jejak Romawi dan Yunani Kuno di Kota Perge Turki

7 November 2019   08:11 Diperbarui: 7 November 2019   08:24 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teater (dokumentasi pribadi)

Jika berada di Antalya sempatkanlah berkunjung ke Perge, kota antik yang sangat menarik. Karena letaknya tidak jauh dari pusat kota,  hanya sekitar 18 km, kami menumpang taksi saja menuju ke sana, dengan perjanjian sebelumnya untuk menunggu beberapa jam. Sayangnya, mengawali tugas pagi ini, supir taksi kena tilang akibat kesalahannya sendiri.

Perge (Perga) adalah salah satu kota kuno di wilayah Anatolia (Asian Turkey). Ibukota wilayah Pamfilia yang didirikan sekitar tahun 1300 SM setelah perang Troya oleh orang-orang Yunani yang berimigrasi ke wilayah ini merupakan kota terpenting saat itu. Di masa pendudukan Alexander the Great, kota Perge pertama kali secara resmi tercatat dalam sejarah.

Ketika memasuki kota tua ini terlihat di bagian kiri bangunan Teater yang cukup besar, bisa menampung penonton sekitar 13000 orang. Teater berbentuk setengah lingkaran seperti ini biasanya adalah ciri khas Teater Yunani kuno. 

Bangunannya tampak masih terawat, tetapi karena dikhawatirkan sewaktu-waktu bisa runtuh dan membahayakan pengunjung, maka untuk sementara waktu ditutup untuk umum selama proses restorasi. 

Takjub bercampur sendu, melihat puing-puing dan bangunan yang sudah tak lengkap lagi menyiratkan keindahan masa lalu. Sisa kejayaan ribuan tahun lalu terlihat jelas. Reruntuhan bangunan yang terbuat dari marmer sebahagian tergolek di tanah, pilar-pilar yang sangat tinggi masih rapi berdiri berjajar.

Suasana pagi menjelang siang ini masih sangat sepi, hanya terlihat beberapa pengunjung saja, betul-betul seperti berada di kota mati. Kami datang sendiri tanpa memakai jasa pemandu wisata, mencoba membaca semua keterangan dari papan yang terpampang di beberapa objek dan sedikit keterangan dari brosur tentang kota bersejarah ini. 

Berjalan di tengah teriknya matahari di bulan Agustus seperti saat ini lumayan melelahkan, karena di tengah lokasi kota hampir tidak ada pepohonan untuk berlindung, pepohonan hanya dijumpai di pinggiran saja. 

Saat pagi seperti ini adalah waktu yang ideal untuk berkunjung ke sini, bisa puas memotret. Di antara gerbang dan pilar yang berjajar tampak sepasang kekasih yang sedang mengabadikan keberadaan mereka di tempat cantik ini dalam berbagai gaya.

Pada tahun 188 SM kota Perge beralih ke kekuasaan Romawi. Perge semakin berkembang pesat menjadi kota yang maju dan makmur. Agama Kristen masuk ke kota ini dibawa oleh Rasul Paulus pada perjalanan misionarisnya. 

Perge menjadi kota pusat agama Kristen yang penting di pertengahan abad ke IV pada masa pemerintahan Constantine the Great. Kemudian menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi. Kota Perge hancur saat invasi Arab ke Anatolia pada pertengahan abad ke VII dan tidak dibangun kembali.

Gempa bumi yang dahsyat telah menghancurkan dan mengubur kota Perge. Hingga pada paruh kedua abad ke-19 seorang peneliti dan penjelajah Polandia, Karol Lanckoronski tiba di Perge. Ia melihat kemiripan dengan tata kota kuno Campania di Italia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun