Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Gereja Bukan Fashion Show"

9 Desember 2019   04:18 Diperbarui: 24 Desember 2019   09:56 2770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: freepngclipart

Akhirnya, seperti saya tulis di artikel sebelumnya, bahwa bukan Tuhan yang merumitkan hidup kita, tetapi kitalah yang membuat hidup yang Ia anugerahkan menjadi rumit oleh karena perspektif manusia.

Persoalannya adalah apakah kita hanya bersemangat memutihkan kulit tubuh dan wajah kita, lalu bagaimana dengan hati dan hidup kita?

Apakah upaya kita memutihkan kulit sama besarnya dengan upaya memutihkan hati dan hidup kita? Adakah upaya ke arah itu? Ataukah, kita hanya ingin dilihat manusia saja?

Demikian juga halnya dalam berbusana saat beribadah. Kita perlu menyelidiki hati dan pikiran kita dengan bertanya: untuk siapa sebenarnya saya tampil seperti ini di gereja?

Untuk menunjukkan kepada Tuhankah? Apakah Ia memerlukan itu? Atau, jangan-jangan, itu adalah untuk kepuasan diri kita sendiri saja dan juga untuk mata manusia semata.

Karena manusia hanya bisa melihat dengan matanya. Sayangnya, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).

Jadi, pakaian baru bukanlah yang utama. Dengan berpakaian sopan, bersih, dan rapi, itu sudah cukup. Sebab, yang terutama adalah membaharui hati, pikiran, sifat atau tabiat, perilaku, ucapan, dan perbuatan, itulah yang utama.

Ada banyak tempat dan kesempatan di luar gedung gereja atau di luar ibadah untuk tampil bak fashion show. Dunia tidak kekurangan tempat bagi orang-orang yang hendak menunjukkan siapa dirinya. Dunia juga tidak akan kehabisan ruang bagi orang yang hendak meninggikan dirinya. Jangan kuatir akan hal itu.

Di gereja setiap orang berdiri sama tinggi duduk sama rendah, karena di hadapan Tuhan bukan kaya atau miskin, bukan berpendidikan atau tidak berpendidikan, bukan pejabat atau karyawan, dan lainnya. Bukan itu. Siapa diri kita sesungguhnya, itulah yang dilihat oleh Tuhan.

Lagi pula, berempatilah dengan jemaat yang berkekurangan. Bagaimana rasanya, kita tampil bak Syahrini, sementara di kursi sebelah duduk seorang yang miskin, yang hanya bisa memandang pesona kemewahan itu tanpa suara.

Allah yang Mahatinggi saja mau turun dari ketinggian untuk menjadi sahabat bagi kita. Kita yang bukan mahatinggi, tetapi hanya "tinggi" saja cenderung begitu sulit untuk menjadi sesama bagi mereka yang sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun