Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah seorang mantan narapidana kasus penodaan agama.
BTP divonis dua tahun penjara dengan pasal 156a KUHP oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (9/5/2017). Kamis, 24 Januari 2019 BPT bebas murni setelah menjalani masa tahanan selama dua tahun remisi 3,5 bulan.
Karena status narapidana berdasarkan pasal 156a KHUP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara, maka BTP tidak dapat lagi menjadi Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri.
Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2014 menegaskan, bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden adalah pribadi yang tidak pernah mendapatkan ancaman pidana 5 tahun atau lebih.
Syarat itu juga berlaku untuk jabatan menteri sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara Pasal 22 ayat 2 huruf f.
BTP masih dapat menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 menjadi UU Pasal 7 huruf g tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota .
BTP juga masih dapat menjadi anggota dewan legislatif berdasarkan UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 Pasal 240 ayat 1 huruf g dengan syarat yang sama, yakni menyatakan secara terbuka bahwa ia adalah mantan narapidana.
Tentang ini, kita ingat bagaimana Komisi Pemilihan Umum melakukan upaya hukum agar mantan narapidana khusus kasus korupsi tidak dapat mencalonkan diri menjadi anggota dewan.
KPU membuat Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 Pasal 4 Ayat 3 tentang larangan mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai calon legislatif. Mahkamah Agung membatalkan peraturan itu, sebab tentu saja UU tidak dapat dianulir oleh peraturan di bawah UU.
Oleh sebab itu, para mantan narapidana kasus korupsi masih bisa melaju menjadi anggota dewan. Tidak hanya itu, mereka juga bisa menjadi gubernur, bupati, dan walikota.