Orang tua hanya ingin anaknya bahagia. Bukan tidak sayang. Justru karena terlalu sayang, orang tua takut anaknya tidak bahagia malah menderita.
Walau begitu orang tua juga harus bijak. Restu adalah doa bagi keselamatan rumah tangga anak. Berkeras hati justru membuat anak menerima pahitnya. Ini harus benar-benar dipahami oleh kedua belah pihak, yakni anak dan orang tua.Â
Demikian pula mantu yang tidak direstui sepatutnya juga tidak berkeras hati. Jangan menjadi orang yang memisahkan seorang anak dari orang tuanya dengan merampasnya tanpa izin.
Ada anak mantu yang berhasil menaklukan hati mertuanya karena sikap dan perilaku rendah hati yang ditunjukkannya, bahwa cintanya bukan saja kepada anaknya tetapi juga kepada orang tuanya.
Akan tetapi, pada kenyataannya, banyak yang tidak peduli terhadap restu orang tua.
Akhirnya, ada semacam kepahitan yang dirasakan dalam perjalanan rumah tangga itu. Jenis persoalannya berbeda, tetapi rasanya sama tidak manis dan seringkali seperti berjalan di jalan yang penuh kerikil dan rintangan.
Dalam segala kekurangan seorang ayah dan ibu, mereka dipilih Allah untuk membuat kita ada di dunia ini.Â
Tidak akan pernah ada orang hebat sehebat apa pun di dunia ini bila ia tidak pernah dilahirkan.
Oleh sebab itu dalam Kitab Suci umat Kristiani ada tertulis "Hormatilah ayahmu dan ibumu" (Kel 20:12; Ul 5:16; Mat 15:4; Ef 6:2, dsb). Itu tidak kadaluarsa dan tidak akan pernah kadaluarsa.
Demikian juga pada Kitab Suci agama lain, setahu saya, orang tua mendapat tempat kemuliaan di mata Allah.Â
Saya mendapati banyak kenyataan bahwa pernikahan tanpa restu orang tua umumnya pahit. Berkeras hati pada kondisi ini hanya seperti melilitkan tali di badan sendiri. Kesesakan dan rupa-rupa masalah seakan tidak menjauh dari hidup.