Ini adalah polemik perihal "perseteruan" Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum (PB Djarum) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).Â
Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatti (SH), mengatakan:Â
"Sebetulnya sih sederhana saja kalau semua brand itu diturunkan, itu selesai. ... Logikanya sangat sederhana. Yang kita minta hanya turunkan brand image, brand color, logo-logo seperti itu. Ketika itu diturunkan, berarti dia mematuhi peraturan yang ada. Kalau peraturannya dipatuhi sebetulnya KPAI tidak salah."
Jadi, yang dipermasalahkan oleh KPAI adalah brand atau MEREK "Djarum" sebagaimana ilustrasi gambar di bawah ini:
SH menjelaskan, bahwa KPAI telah melakukan survei di 28 propinsi dengan pertanyaan: "Kalau ada statement 'Djarum', apa yang ada dalam benak kalian?"
Jawaban: 1% jarum jahit, 31% audisi beasiswa bulu tangkis, dan 68% rokok.
Jadi, KPAI melakukan survei untuk mengetahui apa yang timbul di pikiran orang ketika melihat atau membaca tulisan 'Djarum'. Hasilnya: 68% orang BERPIKIR bahwa 'Djarum' adalah rokok.Â
Dengan berdasarkan survei itu, KPAI pun menuding PB Djarum telah melakukan eksploitasi anak dan denormalisasi produk rokok.
Jadi, bukan berdasar pada fakta PB Djarum itu apa, tetapi pada pikiran orang yang tidak tahu banyak atau tidak pernah tahu apa saja 'Djarum' itu. Tahunya, rokok saja.
Penghakiman jenis ini dialami oleh banyak bekas Warga Binaan Pemasyarakatan atau dulu disebut narapidana. Ketika mereka kembali ke masyarakat, image atau citra "penjahat" tetap dilekatkan kepada mereka oleh pikiran manusia walau mereka tidak lagi melakukan kejahatan, tetapi pikiran manusia tetap melihat mereka sebagai penjahat.
Bukan PB Djarum yang harus diluruskan, tetapi pikiran kitalah yang harus diluruskan. Pikiran yang tidak mau tahu dengan fakta PB Djarum itu apa, yang penting ada kata 'Djarum', itu rokok!
Padahal PB Djarum bukanlah PT Djarum yang memproduksi rokok. Walau keduanya berlindung dibawah naungan Djarum Foundation (DF) dan bermerek sama, tetapi DF tidak semata-mata bergerak di sektor perdagangan rokok.
DF memiliki lima bakti wujud partisipasi positif bagi pembangunan bangsa ini, yakni olahraga dengan PB Djarum yang didirikan sejak tahun 1969, juga sektor sosial, lingkungan, pendidikan, dan budaya. Mereka sudah melakukan itu sejak tahun 1951.
Menyadari pentingnya dan berartinya peran lima bakti DF ini, maka asosiasi yang ada dalam pikiran masyarakat Indonesia terhadap kata 'Djarum' yang hanya terfokus pada rokok inilah yang harus diluruskan oleh pemerintah dan pihak DF itu sendiri.
Ketidaktahuan kita tentang apa itu Djarum Foundation-lah yang harus diberitahu dan disosialisasikan kepada masyarakat, sebab karena ketidaktahuan inilah pikiran kita hanya "rokok" saja.
Dan, kasihan sekali, kita yang tidak tahu, PB Djarum yang disalahkan. PB Djarum dihakimi atas apa yang mereka tidak lakukan hanya karena pikiran kita yang melulu "rokok".
Kalau anak-anak dalam PB Djarum menggunakan kaos yang saya ilustrasikan dengan gambar di bawah ini, tapi mohon abaikan hasil edit gambar saya yang ala kadarnya:
Saya juga menyayangkan pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise (YY), yang kalau KPAI hanya meminta merek 'Djarum' ditiadakan, YY malah menolak audisi meski brand 'Djarum' dihapus dari nama kegiatan, karena menurutnya apa pun jenisnya, sponsor rokok dilarang menggelar event anak-anak.Â
Faktanya PB Djarum bukan produsen rokok. Seluruh argumen KPAI dan YY sebenarnya telah gugur bila melihat fakta yang sebenarnya tentang PB Djarum itu sendiri.
Sikap KPAI dan YY kepada PB Djarum sama seperti orang yang menghukum seorang anak karena perbuatan salah ayahnya.
Sang ayahlah (PT Djarum Rokok) yang melakukan hal yang tidak baik, tetapi anaknya (PB Djarum) yang tidak melakukan hal yang sama harus ikut menanggung akibatnya hanya karena anak itu membawa "FAM"Â ayahnya: "DJARUM".
Salam. HEP.-