Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Gnothi Seauton"!

8 April 2019   05:58 Diperbarui: 8 April 2019   17:55 1668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gnothi Seauton!

FZ menjadi salah satu pribadi yang belakangan menjadi suatu refleksi hidup buat saya. Juga, dari mereka yang kerap melihat "lumpur" orang lain di kemudian hari "lumpur"-nya terkuak.

Misalnya, yang belakangan, Andi Arief. Ia begitu hebat mengritisi orang lain. Di kemudian hari ia tertangkap menggunakan narkoba. Dan, beberapa hari ini video call pribadi yang mirip Ferdinand Hutahaean dengan seorang wanita beredar di dunia maya.  

Semua itu menjadi catatan penting yang harus kita renungkan. Jangan melihat selumbar 'serpihan kayu' di mata orang lain, sedangkan balok di dalam mata sendiri tidak terlihat.

Secara pribadi, saya pun memeriksa diri saya, bahwa jangan sampai bahkan jangan-jangan mataku pun hanya melihat "lumpur" di diri orang lain. 

Jangan-jangan saya tidak lagi dapat melihat "langit biru" yang dimiliki FZ seperti banyak orang saat ini tanpa sadar telah terhisap ke dalam "lumpur politik" sehingga tak lagi dapat melihat "langit biru" pada lawan politik atau pada pilihan yang berbeda dalam rangka Pilpres dan Pileg 2019 ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin kerap hanya melihat "lumpur" pada diri orang lain tanpa bertanya: "Saya sendiri, bagaimana?"; melihat "lumpur" pada rumah tangga orang, "Rumah tangga sendiri, bagaimana?"; melihat "lumpur" pada kerja orang lain, "Kerja sendiri, bagaimana?"; melihat "lumpur" pada hidup orang lain, "Hidup sendiri, bagaimana?", dan lainnya.

Kita terlalu sibuk menyodorkan cermin bagi orang lain hingga kita sendiri tidak punya waktu untuk bercermin. Kita menjadi tidak terbiasa melihat diri sendiri. Tidak sadar akan diri kita sendiri. Tidak sadar akan apa yang kita buat.

Keyakinan akan bagian yang benar pada diri kita telah membuat kita mengangkat tumit terhadap orang lain. Padahal yang benar itu hanyalah bagian dari diri kita bukan keutuhan siapa diri kita.

Kita rentan sombong. Mudah merasa diri lebih dari orang lain sehingga mengecilkan orang lain. Asal ada saja kelebihan di diri, dada gegas membusung. Puji syukur, Tuhan itu adil. Orang yang direndahkan, ditinggikan-Nya. 

Telah banyak contoh fakta kehidupan yang seyogianya sudah membuat kita mengerti untuk  tidak menjadi pribadi yang hanya mengetahui diri orang lain, tetapi tidak mengenal diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun