Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tidak Ada Prostitusi Tanpa Laki-laki Pembeli

11 Januari 2019   04:43 Diperbarui: 30 Januari 2019   13:22 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:sk-desk-johnclip2

Prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan; pelacuran. Demikian catatan KBBI. 

Pada prostitusi ada laki-laki selaku pengguna jasa Pekerja Seks Komersial (PSK), ada perempuan selaku PSK, dan ada mucikari bila menggunakan jasa perantara.

Publikasi Kasus Prostitusi Tanpa Laki-laki

Akan tetapi, pada setiap kasus prostitusi online yang dirilis secara resmi oleh pihak kepolisian, umumnya, hanya menampilkan pertama-tama dan yang utama adalah perempuan dan berikutnya sang mucikari.

Tak ayal, hanya wajah si perempuan yang memenuhi tayangan media televisi, cetak, dan online. Lalu, mana oknum pengguna jasa prostitusi online itu, yakni si laki-laki itu? Yang manakah orangnya? Siapakah dia?

Bukankah pada prostitusi ada perempuan dan ada laki-laki? Prostitusi tidak akan pernah menjadi prostitusi tanpa laki-laki!

Sekalipun ada sejuta perempuan pelacur, tetapi tanpa laki-laki pembeli jasa mereka, tidak ada yang namanya prostitusi. Yang ada hanya para pelacur tanpa prostitusi!

Oleh karena itu, bagaimana mungkin merilis terkuaknya sebuah praktik prostitusi online bila manusia yang ditampilkan sebagai bukti pelaku adalah perempuan saja?

Apa maksud pihak kepolisian tidak menampilkan sosok laki-laki si pengguna jasa? Bukankah praktik prostitusi menjadi terbukti karena keduanya tertangkap sedang bersama-sama di dalam kamar hotel?

Dicemaskan adalah jika laki-laki itu bisa tidak menghargai rejeki Allah yang diberikan kepadanya dengan menghabiskan 80 juta rupiah hanya untuk syahwatnya, maka ia pasti akan sanggup membayar lebih daripada itu untuk menutupi malunya!

Persoalan Moralitas Artis atau Moralitas Masyarakat?

Bisa saja ada alasan, bahwa karena yang public figure adalah si perempuan, maka dialah yang diekspos. Tentulah ada maksud pembelajaran di situ dan tujuan spesifik yang hendak dicapai dari upaya pemberantasan perdagangan perempuan melalui prostitusi online serta keuntungan bagi media untuk menarik para pemirsa dan pembaca karena pelakunya adalah seorang artis.

Pertanyaan saya:

Prostitusi itu adalah persoalah tokoh publik atau persoalan moralitas masyarakat?

Prostitusi adalah persoalan moralitas masyarakat lintas status sosial, oleh sebab itu tidak ada alasan apapun untuk tidak menampilkan pihak pengguna jasa PSK, yakni laki-laki yang tertangkap bersama perempuan yang dipublikasikan itu, sebab ini bukan masalah artis semata!

Prostitusi bukanlah perihal perempuan saja, tetapi juga laki-laki! Bila prostitusi itu disebut sebagai penyakit sosial, maka penyakit itu bukan hanya diidap oleh perempuan, tetapi juga laki-laki!

Bila laki-laki itu bisa mengeluarkan uang sebesar 80 juta rupiah untuk seorang artis, maka dapat diduga kuat, bahwa itu bukanlah kali pertama dia melakukan praktik ini.

Akan tetapi, seolah-olah yang hendak dibuat tobat adalah perempuan saja. Sebab dengan mempublikasikan perempuan itu secara terang-terangan, maka ia dibuat makin malu, yang dengan itu ada harapan bahwa ia akan kapok.

Lalu, bagaimana dengan laki-laki itu? Kapan laki-laki seperti itu akan kapok jika setiap kali menguak kasus prostitusi pihak aparat kepolisian membedakan perlakuan terhadap oknum laki-lakinya dari si perempuan?!

Jika laki-laki itu tidak dipublikasikan, maka si perempuan seharusnya juga tidak dipublikasikan! Itu adil!

Namun, bila itu harus dilakukan, maka laki-laki juga harus dipublikasikan dengan cara yang sama dengan perempuan itu agar orang pun tahu siapa dia!

Jika hendak menyelamatkan masyarakat dari praktik serupa ini, maka semua pihak yang terlibat di dalamnya, bilamana perlu dipublikasikan, maka semua sama-sama dipublikasikan! 

Bila hanya artisnya yang dipublikasikan, maka itu hanya memberi efek takut kepada sesama artis yang berprofesi sama, tetapi tidak kepada para laki-laki yang justru oleh uang merekalah prostitusi itu terus saja ada!

Ada Pembeli, Ada Penjual

Akan bertahankan sebuah toko bila dagangannya tidak ada yang membeli? Bila toko itu tidak pernah dikunjungi oleh pembeli, maka akankah pemiliknya terus menjual dagangannya?

Orang membuka usaha dengan membaca selera pasar. Media televisi juga menampilkan tayangan-tayangan berdasarkan selera penonton. Mengapa? Supaya laku. Orang tidak akan menjual apa yang diketahui tidak akan dibeli orang. Ia akan menjual apa yang diketahui pasti ada pembelinya.

Disebut perdagangan seksual sebab ada jual beli di situ. Perempuan menjadi dagangan di situ. Pertanyaannya: Akankah perempuan terus bertahan menjadi PSK bila tidak ada lagi laki-laki yang membeli jasanya?

Pelacur mungkin tetap pelacur, tetapi apakah ia akan tetap disebut pelacur bila tidak ada laki-laki yang mau memakainya?

Bahwa, prostitusi dari abad ke abad tidak kunjung tamat sebab ADA PEMBELINYA! Karena pembeli tidak kunjung habis malah terus bertambah, maka perdagangan seksual ini tidak akan mau menutup jualannya.

Walau perempuan mau menjual dirinya, bila laki-laki tidak mau mengeluarkan uangnya untuk membeli, maka tidak ada arti jualan perempuan itu! Justru oleh uang laki-lakilah prostitusi itu terus saja ada!

Kesepakatan

Entah prostitusi online maupun offline dan entah dengan jasa perantara atau tanpa perantara atau mucikari; satu hal juga yang harus digarisbawahi, bahwa prostitusi itu dilakukan atas dasar kesepakatan. Tanpa kesepakatan, maka itu bukan prostitusi, tetapi pemerkosaan.

Perempuan yang secara sadar telah mendaftarkan dirinya atau melibatkan dirinya menjadi pekerja seks komersial dengan sadar pula telah menyatakan kesediaan dirinya untuk melaksanakan kewajibannya melayani tamu-tamunya atau yang memesan dirinya melalui mucikari baik di lokalisasi prostitusi maupun via online.

Dalam hal ini, kita harus memisahkan perempuan-perempuan yang terjerat kerja pelacuran sebagai korban penipuan oknum-oknum yang menjanjikan pekerjaan halal namun ternyata menjerumuskan mereka menjadi pekerja seks komersial.

Di sini kita bicara tentang mereka, yakni perempuan PSK itu dan laki-laki pengguna jasa PSK, yang dengan penuh kesadaran dan berdasarkan kehendak sendiri membawa dirinya atau melibatkan dirinya atau membiarkan dirinya menjadi bagian di dalam kerja ini tanpa paksaan dan tekanan dari siapapun juga.

KESEPAKATAN menjadi dasar terlaksananya suatu praktik yang disebut prostitusi. Baik melalui perantara maupun tanpa perantara, perempuan dan laki-laki bersepakat melakukan hubungan seksual dengan uang.

Perempuan Pelacur Tidak Menjajakan Diri ke Rumah Laki-laki

Pelacur di rumah bordil menunggu di rumah bordil. Pelacur di jalanan berdiri di jalanan. Pelacur di tempat tertentu menanti di tempat itu. Pelacur online menanti orderan. Perempuan-perempuan pelacur itu tidak datang ke rumah-rumah lelaki untuk minta dilacur!

Catat baik-baik, bahwa perempuan-perempuan pelacur itu tidak menjajakan dirinya dari rumah ke rumah untuk meminta para lelaki melacurinya!

Laki-laki itulah yang menghubungi perantara untuk memesan perempuan bayaran atau langsung kepada perempuan yang bersangkutan.

Laki-laki itulah yang ke luar dari rumahnya untuk bertemu dengan pelacur itu! Laki-laki itulah yang membawa dirinya ke lokalisasi pelacuran atau di jalanan atau di tempat khusus yang ditetapkan bersama oleh kedua belah pihak. Tidak ada yang memaksa laki-laki itu ke luar dari rumahnya! Itu maunya sendiri!

Sama-sama Tidak Baik

Jikalau perempuan PSK disebut bukan perempuan baik-baik, maka laki-laki yang meniduri PSK juga sama bukan laki-laki baik-baik!

Laki-laki baik-baik tidak akan ada di lokalisasi prostitusi! Laki-laki baik-baik tidak akan mengontak mucikari untuk memesan PSK. Karena laki-laki baik-baik pasti akan menghargai perempuan, sebab ibunya juga adalah perempuan!

Membeli Dosa

Bila perempuan PSK disebut perempuan berdosa, apakah laki-laki yang menidurinya, tidak? Hubungan seks yang bukan pasangan sah menurut hukum agama adalah dosa, entah ia adalah seorang bujangan maupun telah beristri.

Akan tetapi, yang terjadi adalah dosa itu dilimpahkan seolah hanya kepada perempuan. Pihak laki-laki kerap berpikir, "Saya bayar, kog!".

Justru karena Anda sudah membayar, maka itu berarti Anda telah membeli dosa itu dan dengan demikian dosa itu milik Anda pula! Bukankah Anda sudah membelinya?

Sadarlah Anda, hai laki-laki itu dan sejenisnya, bahwa uang Anda jugalah yang ikut mengawetkan dan menyuburkan prostitusi!!

Jadi, ini bukan persoalan perempuan saja, tetapi juga laki-laki!

Maka, mempublikasikan, menyoroti, dan mengecam HANYA PEREMPUAN dalam kasus prostitusi adalah wujud DISKRIMINASI terhadap kaum perempuan dan hanyalah upaya kaum laki-laki yang mau mencuci tangan atas persoalan prostitusi dan atas persoalan moralitas kaum laki-laki itu sendiri!

Salam. HEP.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun