Mereka berbeda namun satu. Cinta mengharmonisasikan perbedaan keyakinan di antara keduanya. Saling menghormati dan saling menghargai.
Ketika di luar sana perbedaan membatasi diri, mereka saling berpegangan. Ketika di luar sana persatuan dipotong-potong, mereka saling merajut dan merangkul. Tak saling menyingkirkan, tak saling menghinakan. Tak saling menyalahkan, tak saling menghujat.Â
Tiada hari tanpa Sholat, tiada hari tanpa berdoa. Selama sehat raga untuk melangkah: tiada Jumat tanpa ke Mesjid, tiada Minggu tanpa ke Gereja.
Saat pengajian dan berbagai kegiatan keagamaan umat Muslim, Tante menyiapkan segala sesuatunya serta menyambut dengan gembira jamaah yang datang ke rumah mereka. Kala Tante menerima jadwal Ibadah di rumah, Om dengan tulus dan penuh kasih menyambut Pendeta dan jemaat yang datang ke rumahnya.
Apalagi ketika Om menjabat Kepala Desa Rau-Rau Kabupaten Bombana selama dua periode. Tante mendampingi dengan setia. Hadir dan berperan aktif dalam acara-acara keagamaan umat Muslim sebagai bukti nyata betapa Tante menghargai dan menghormati keyakinan suaminya.Â
Saat bulan puasa, setiap hari Tante menyiapkan segala sesuatu untuk Sahur maupun untuk berbuka puasa. Saat Lebaran tiba, segenap keluarga berkumpul baik dari pihak Om maupun dari pihak Tante. Saat Natal pun demikian. Lebaran dan Natal menjadi momen indah seluruh keluarga menyatu dalam sukacita bersama.
Dari enam putra-putri buah pernikahan Tante dan Om, hanya satu putrinya yang memeluk agama Kristen (duduk di sebelah kiri Om pada foto di bawah ini) dan ke-5 anak yang lain memeluk agama Islam.Â
Putri mereka, Sitti Sarinah Tambera (duduk di sebelah kanan Tante pada foto di atas), mantan anggota DPRD Bombana dan sekarang sedang mencalonkan diri lagi menjadi anggota DPRD Kota Kendari dari Partai Hanura.
Sekarang Om dan Tante telah lanjut usia. Perbedaan agama bukanlah alasan untuk saling menyakiti dan melukai. Perbedaan agama justru adalah ruang untuk saling menguji kesetiaan dan ketaatan iman yang dianut.
Terlalu dangkal pengertian bila itu ada dalam benak kita. Tidak semua manusia akan memiliki pernikahan berbeda agama. Tak bisa dipaksakan bila tidak ditakdirkan untuk bersatu di dunia. Juga sebaliknya, walau dipaksakan untuk tidak, tetapi bila harus bersatu, maka akan tetap bersatu. Tuhan punya maksud dan rencana-Nya sendiri.
Bukan perbedaan agama yang merusak kebersamaan manusia, melainkan pribadi manusia itu sendiri. Banyak fakta membuktikan bahwa pernikahan seagama pun bisa kandas di tengah jalan. Namun, puji Tuhan, Om dan Tante tetap bersatu.Â
Karena agama bukan di simbol. Agama itu di jiwa. Segala simbol dari benda-benda mati bisa dipotong, disobek, dibakar, dan sebagainya oleh tangan-tangan manusia, tetapi tangan itu tidak berkuasa untuk memotong iman di jiwa manusia.
Salam. HEP.-