Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalau Saya Salah, Apakah Anda Benar?

7 Desember 2018   04:28 Diperbarui: 30 Januari 2019   03:03 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makin tahu apa yang benar, makin tahu bahwa diri belumlah benar dan tidak akan pernah menjadi sempurna benar.

Kitab Suci memberitahu pembacanya tentang kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna. Kitab Suci juga menyampaikan apa yang jahat, yang tidak berkenan kepada-Nya dan akan me-neraka-kan.

Makin membaca dan mendalami Kitab Suci, makin banyak pula penemuan akan bagaimana seharusnya. Semakin seseorang banyak tahu apa yang seharusnya, semakin tahulah ia, bahwa ia belumlah baik dan benar menurut versi Kitab Suci seutuhnya.

Sebab, bila hendak mengikuti baik dan benar menurut Kitab Suci, maka baik dan benar itu adalah sempurna. Tidak sebagian-sebagian. Tidak mana suka, mana mau.

Kita tidak dapat memilih mana yang mau kita lakukan dan mana yang tidak mau kita lakukan. Kita tidak bisa mengambil sebagian dan membuang lainnya. Semua harus dilakukan sesuai aturan yang disebutkan di dalamnya.

Dengan demikian, makin seseorang membaca dan mendalami Kitab Suci, makin membuat ia menemukan betapa sempurnanya 'benar' itu. Pada kebenaran-Nya, kita menemukan kesalahan kita. Pada kesempurnaan-Nya, kita mendapati ketidaksempurnaan diri kita.

Kitab Suci menyatakan siapa diri kita sesungguhnya. Kitab Suci menelanjangi kekurangan, kelemahan, dan kesalahan diri. Kitab Suci menyibak apa yang tersembunyi.

Kitab Suci menyingkap hati dan pikiran kita. Kitab Suci mengritisi sifat-sifat kita. Kitab Suci mengoreksi perilaku kita. Kitab Suci mengecam perbuatan kita. 

Membaca Kitab Suci membuat seseorang tahu, bahwa ia punya dosa. Makin banyak tahu, makin banyak pula ia temukan apa dosa itu. Semakin banyak tahu apa dosa itu, semakin tahu bahwa ia bukan hanya punya satu dosa.

Jika sekadar "tahu", semua manusia bisa memenangkan lomba kecerdasan pengetahuan isi Kitab Suci. Bila sekadar "hafal", semua orang bisa bersaing ketat dalam menghafal seluruh ayat di dalam Kitab Suci. 

Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah penilaian Kitab Suci bukan pada tahu dan hafal, melainkan pada melakukan yang ditahu dan dihafal itu. 

Sebab. 'benar' menurut versi Kitab Suci adalah bukan sekadar membaca Kitab Suci, menghafalnya di luar kepala, atau bukan pula sekadar kesempurnaan ibadah. Itu semua masih harus memberi hasil pada perubahan hati, pikiran, lisan, sifat, perilaku dan perbuatan diri.

Mungkin beberapa hal telah kita lakukan sehingga menjadikan kita orang benar. Namun, bila bagian lainnya belum menjadi bagian di diri kita, layakkah kita disebut orang benar? Kebenaran itu bukanlah melakukan beberapa bagian perintah Kitab Suci dengan membuang yang lainnya.

Contohnya: ada orang yang rajin beribadah serajin ia bersetubuh dengan orang yang belum menjadi isteri atau suaminya. Dapatkah ia menyatakan dirinya benar hanya karena ia rajin beribadah?

Sesungguhnya makin tahu, makin sadar diri akan adanya ketidakseimbangan antara kesempurnaan tahu; hafal; ibadah dan kesempurnaan memiliki hati surgawi, pikiran surgawi, lisan surgawi, sifat surgawi, perilaku surgawi, dan perbuatan surgawi.

Oleh sebab itu, orang yang benar-benar tahu dan mendalami Kitab Suci pasti memiliki prinsip padi, yakni makin berisi, makin merunduk.

Sebab. makin ia tahu kebenaran, makin ia tahu pula bahwa ia belumlah benar, bahkan tidak akan pernah menjadi sempurna benar sehingga ia tidak akan memandang dirinya pantas disebut orang benar.

Kesempurnaan yang dihamparkan di dalam Kitab Suci membuat kita tahu bahwa betapa tidak sempurnanya kita.

Orang yang telah mencapai titik ini akan tidak mudah bahkan cenderung mencegah dirinya dari menghakimi orang lain. Ia akan cenderung berhati-hati untuk menunjuk-nunjuk salah orang, sebab ia sadar bahwa masih banyak hal yang juga belum benar pada diri dan hidupnya.

Ketika menemukan kesalahan orang lain, orang yang telah mencapai penemuan akan kesempurnaan 'benar' menurut versi Allah akan tidak berlaku sok benar, seolah diri sempurna.

Sebab. 'benar' menurut Kitab Suci adalah sempurna, maka kalau saya salah, apakah Anda benar?

Salam. HEP.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun