Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sisi Ruang Batin Anak

14 Oktober 2018   04:09 Diperbarui: 14 Februari 2019   01:45 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:persiakids_edited

Dunia anak-anak adalah dunia pertemanan. Pertemanan ini dimaknai dengan bermain dan bercerita. Sisi ruang batin seorang anak adalah kebutuhan akan teman. Seperti kita punya kebutuhan bagi jiwa kita; kebutuhan akan batin kita, demikian pula anak punya kebutuhan bagi batinnya.

Sisi ruang batin inilah yang seringkali diabaikan oleh para orangtua. Jika terpupuk, maka di kemudian hari, saat anak menginjak remaja lalu pemuda, anak membutuhkan uang Anda, bukan Anda, meskipun Anda adalah orangtua kandungnya sendiri.

Sebab, secara tidak langsung dan tanpa disengaja hanya fungsi itulah yang diketahui ada pada orangtuanya, yakni bahwa ayah dan ibunya ada hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya.

Anak remaja/pemuda Anda baru mendekat kepada Anda bila “ada maunya”. Bermanis-manis atau tiba-tiba menjadi anak yang rajin dan dengar-dengaran pada saat dimana ia sedang membutuhkan atau menginginkan sesuatu dari orangtuanya.

Gelagat lainnya adalah anak tidak betah berlama-lama duduk atau berada di sisi Anda. Anak jarang sekali mau meletakkan kepalanya di pangkuan Anda. Anak jarang sekali memeluk Anda. Anak tidak suka tidur satu tempat tidur dengan Anda, dan sebagainya.

Jika gelagat ini ada pada anak remaja/pemuda Anda, maka tampaknya ada yang Anda lewatkan dari jejak pertemanan ini ketika anak berusia kanak-kanak dan di masa anak mengecap pendidikan Sekolah Dasar.

Jejak pertemanan bagi anak hanya akan ditemukan bila orangtua memberi waktu yang diporsikan khusus bagi anak. Berada dekat secara fisik untuk bermain, bercerita, atau bercanda dengan mereka.

Walau waktu kebersamaan itu sangat singkat, tetapi isi dari kebersamaan itu akan menjadi begitu indah di relung batin sang anak. Ini disebut "Quality Time".

Dengan jelas dan tegas anak merasakan bahwa orangtuanya memberi diri sepenuhnya ada untuk dirinya tanpa gangguan pekerjaan. Benar-benar menjadi acara khusus bersama sang anak.

Di sini orangtua harus “turun derajat” menjadi seperti seorang anak yang seumur dengannya. Bila anak suka bermain boneka, Anda harus seperti seorang anak kecil yang juga suka bermain boneka. Bermain petak umpet di dalam rumah juga adalah salah satu permainan keluarga yang sangat menyenangkan bagi anak.

Jika anak Anda suka menyanyi, maka Anda dapat men-setting rumah atau kamar serupa panggung kecil. Sang ayah/ibu mengambil peran sebagai MC atau pembawa acara yang mengundang para penyanyi (ayah/ibu dan anak-anak) untuk tampil bergantian menyumbangkan lagu.

Tidak penting soal suara. Justru ayah/ibu yang tidak memiliki karunia menyanyi itulah yang harus tampil pertama di panggung buatan keluarga itu. Selain hal itu akan sangat berharga buat sang anak, tetapi juga memberikan pengajaran tentang rasa percaya diri pada jiwa sang anak.

Banyak cara menjadi seperti anak-anak bagi anak Anda sendiri walau Anda akan terlihat blo’on karena itu. Anak-anak akan menertawakan ulah Anda. Pada saat itu Anda tengah mengisi sisi ruang batin yang memang adalah tempat Anda di hati anak-anak Anda.

Masa kanak-kanak hingga masa Sekolah Dasar adalah masa pendirian pondasi bagi sisi relung batin seorang anak manusia. Masa ini cenderung dilewatkan dengan sia-sia oleh banyak orangtua.

Di kemudian hari didapatilah kenyataan sang anak lebih dekat kepada om atau tantenya, oma atau opanya, teman-temannya, bahkan terkadang anak lebih nyaman berada di rumah tetangga atau orang-orang yang tidak punya ikatan keluarga sama sekali daripada di rumahnya sendiri.

Ironisnya lagi, anak malah lebih mudah menerima nasihat orang lain daripada nasihat orangtuanya sendiri. Nasihat orangtua tidak digubris oleh anak. Akhirnya, orangtua membutuhkan orang lain yang dianggap dekat dan didengar oleh anaknya untuk menasihati anaknya sendiri.

Anak berteman dengan orang-orang yang oleh orangtua dipandang sebagai lingkungan yang buruk buat anak. Anak berkawan dengan mereka awalnya bukan karena suka kepada perbuatan atau prilaku buruk mereka, tetapi karena anak merasa memiliki teman yang memahami dirinya.

Dari situ barulah hal-hal buruk akhirnya menjangkitinya. Namun sayang, orangtua umumnya hanya melihat apa yang buruk itu. Menyalahkan anak dan menyalahkan kawan-kawannya sebagai penyebab kerusakan anaknya seolah orangtua sama sekali tidak punya andil dengan apa yang terjadi pada sang anak.

Tidak dianggap pentingnya sisi ruang batin anak seakan disepakati oleh kemajuan di zaman now ini. Kehebatan manusia menciptakan segala benda mati menjadi seolah hidup telah membuat manusia seakan tidak memerlukan kehadiran nyata manusia lain di hidupnya.

Teman manusia telah diganti dengan gawai. Permainan tradisional berganti digital. Orangtua yang tak punya waktu untuk anak seakan tertolong dengan semua itu. Pendidikan serta kelengkapan kebutuhan jasmani dan rohani (agama) dianggap sudah cukup tanpa perlu lagi kehadiran orangtua bagi batin anak.

Bagaimanapun juga, tidak ada apapun yang dapat menggantikan manusia kecuali manusia pula. Segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berkuasa meniadakan sisi ruang batin manusia.

Manusia tetap membutuhkan manusia karena hanya manusia yang punya hati dan hanya hati yang dapat memahami hati. Sehebat apapun kemajuan dunia, manusia akan mati sebagai manusia bukan sebagai mesin.

Anak tidak hanya punya otak, tetapi anak juga punya hati. Kalau ilmu pengetahuan penting bagi otak, maka taruhlah diri Anda di hati anak Anda. Maka, sekalipun otak anak membawa dirinya jauh dari Anda, tetapi hatinya akan selalu terpaut pada Anda. Karena di situlah tempat Anda yang terutama selaku orangtua, yakni di sisi ruang batin sang anak.

Sedikit catatan: Judul artikel ini saya ambil dari salah satu bagian di dalam buku saya yang pertama: Anakku, Pergumulanku. Suatu kontemplasi bagi orangtua untuk kiranya bijaksana dalam memandang persoalan anak.

Anak bukan semata-mata sebagai pelaku ketidakbenaran melainkan juga adalah korban dari ketidakbenaran oleh kita yang lebih dahulu ada dari mereka. Sedikit banyaknya kita punya andil di situ.

Salam. HEP.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun