Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Injak Koin Itu!

12 Juli 2018   16:37 Diperbarui: 24 Januari 2019   16:20 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan di sini: mengapa sengaja?

Soal alasan pastinya ada di diri mereka yang sengaja melakukan itu.  Yang dapat saya pastikan di sini adalah adanya unsur kesengajaan. Uang koin yang tercecer di jalan umumnya seringkali dilewati dengan sengaja, dibiarkan dengan sengaja bahkan diinjak dengan sengaja.

Ini hasil dari pengamatan yang sudah sangat lama saya lakukan secara sengaja atau tidak sengaja dalam perjalanan hidup saya, setidaknya sejak pertama kali saya menaruh perhatian terhadap perbedaan sikap dan tindakan manusia pada saat melihat uang kertas dan uang logam yang tercecer di jalan.

Saya menemukan bahwa pada umumnya uang-uang koin tidak dipungut oleh manusia. Hanya dilihat saja dan dibiarkan tetap di posisinya.

Dipindahkan dari kemungkinan makin diinjak oleh lebih banyak kaki manusia pun tidak!, apalagi dipungut untuk dirinya.

UANG LOGAM Rp. 100,- NYARIS JADI SAMPAH DI MATA MANUSIA  yang melihatnya di jalan.

Manusia dan Kebaikan Allah

Pernahkah Anda bertanya kepada diri Anda sendiri:

  • mengapa mata saya yang melihat koin itu bukan mata orang lain?
  • Sempatkah terlintas di benak kita bahwa pada saat itu Tuhan sedang mengamati kita?
  • Mengertikah kita, bahwa pada saat mata kita dibuat menjadi melihat koin itu, Ia yang menciptakan kita sedang mencari tahu apa arti Rp. 100,- itu bagi kita?
  • Apakah kita memandangnya sebagai sesuatu yang berharga atau tidak?
  • Apakah kita memandang koin Rp. 100,- itu adalah pemberian Tuhan atau bukan?

Tampaknya,  pada umumnya manusia menganggap koin-koin di jalan itu tidak berharga.  Uang Rp. 100,- dianggap bukan pemberian dari Allah atau belum bisa disebut rejeki dari Allah. Dan, pastinya, koin-koin itu umumnya dianggap masih punya pemilik.

Terbukti, koin-koin yang tercecer di jalan kebanyakan "malu" disentuh apalagi dipungut oleh orang yang melihatnya. Mungkin karena alasan-alasan itulah koin-koin yang tercecer di jalan umumnya hanya dilihat saja, dilewatkan saja, bahkan diinjak tak apa.

Sekarang, bagaimana bila itu bukan koin Rp. 100,- melainkan lembaran Rp. 100.000,-, apakah pandangan kita masih sama? Atau sudah berubah sekarang? Bahwa, lembaran Rp. 100.000,- itu adalah REJEKI NOMPLOK DARI ALLAH YANG DIBERIKAN MENJADI MILIK KITA.  

Seperti itukah? Jadi, uang koin Rp. 100,- yang tercecer di jalan adalah bukan rejeki dari Allah, masih punya pemilik, maka malu diambil. Sedangkan uang kertas lembaran Rp. 100.000,- itu baru rejeki dari Allah yang memang tadinya milik orang lain namun dijadikan Allah milik kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun