Mohon tunggu...
Henggar Budi Prasetyo
Henggar Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Administrasi - Travelers

Bandung, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Kambing Hitamkan "Biaya Politik"

6 Februari 2018   08:23 Diperbarui: 6 Februari 2018   08:28 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi diambil dari situs umum: hospitaly.net

Perbedaan pandangan merupakan hal yang lumrah karena setiap oramg memiliki sudut pandang masing-masing. Namun, tindakan saling mempengaruhi berupa mengutarakan gagasan untuk dapat diterima orang lain merupakan hal yang sah, karena menyamakan sudut pandang adalah upaya untuk lebih dekat dengan terjalinnya kerjasama. Tidak ada sudut pandang yang benar atau salah! yang ada adalah sudut pandang yang diselesaikan menjadi tindakan atau sudut pandang yang hanya sebatas angan-angan.

nah, salah satu pandangan yang berbeda yang coba untuk diangkat ke publik terkait latar belakang korupsi pemerintah adalah tingginya biaya politik. Beberapa pakar melalui media televisi berupaya untuk mengungkapkan bahwa alasan korupsi adalah biaya politik tinggi. Beberapa pakar atau praktisi ada pula yang mengusulkan bahwa tingginya biaya politik diatasi dengan menggunakan anggaran dari negara. Itu adalah sudut pandang yang baik, tetapi saya tidak sependapat dengan hal itu.

Alasanya karena, tingginya politik merupakan implikasi dari besarnya kewenanganan yang melekat pada diri pejabat baik sebagai eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif dalam penetapan kebijakan publik yang tentu implikasinya adalah manfaat yang di terima masyarakat. Tentu, bagaimanapun kebijakan publik pasti tidak akan menguntungkan semua pihak, meskipun tidak merugikan semua pihak pula. Namun, bagi yang diuntungkan tentu manfaat yang didapat akan sangat besar.

Nah, kewenangan dalam penentuan kebijakan publik ini sering menjadi komoditas yang dibeli oleh seseorang atau pihak yang menginginkan tentu karena pihak yang menginginkan jumlahnya tidak sedikit timbulah persaingan, tentu atas dasar naluri untuk menang, kecurangan melalui suap atau gratifikasi mungkin terjadi disini atau memang terjadi disini. Nah, atas tingginya kewenangan ini, maka seseorang tidak segan mengeluarkan biaya politik yang tinggi karena itu merupakan investasi atas kewenangan yang akan di dapat nanti.

Sekalipun, biaya politik yang tinggi ditanggung negara tidak ada jaminan korupsi hilang, karena kewenangan tersebut tetap ada dan tetap menjadi komoditas. Jika biaya politik ditanggung negara justru para pelaku politik diuntungkan karena tidak perlu modal, tetapi mendapat investasi yang mumpuni. Jika ada gagasan yang beranggapan bahwa biaya politik tinggi adalah untuk mengakomodasi tokoh yang profesional tetapi tidak memiliki dana, untuk saat ini belum siap.

Korupsi Kolusi Nepotisme yang terjadi adalah bagian dari demokrasi dan liberalisasi dimana setiap orang bebas untuk memupuk harta kekayaan sendiri-sendiri secara bebas. Tentu kondisi tersebut menyebabkan disparitas, konsekuensinya disparitas tersebut dapat menjadi sarana mempengaruhi suara dari golongan yang lemah/ minor baik dari segi kekayaan, pendidikan ataupun stratifikasi sosial. Tentu akhirnya, kembali lagi pada konsep komunalisme, baik dalam demokrasi ataupun komunalisme didalamnya tetap terdapat satu perintah tunggal.

Indonesia sudah baik seperti saat ini, karena idealisme hanya ada dalam angan-angan, ketika kita terapkan tentu menjadi realistis. Tentu dengan kedatangan KPK di negeri ini yang makin menunjukan taringnya adalah angin segar. 

Karena praktik penerapan kekuasaan sebagai komoditas mulai berkurang karena ada ganjaran secara hukum. Hanya perlu menunggu hingga mencapai stabilisasi dimana biaya politik akan makin terjangkau jika dari sisi komoditas telah dibrangus KPK.

Bersyukur dan dijalani hari-hari sesuai profesi, pencari sensasi selalu ada. Saya tidak ingin sensasi, tetapi saya berencana menjadi ketua MPR ataupun DPR atau Gubernur atau Bupati tetapi saya tidak ingin jadi presiden, karena presiden itu berat. Biar Dilan saja yang ngakunya mau nanggung yang berat berat.

Politik beretika itu ada, mari berpolitik secara beretika.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun