Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengajar yang Menjadi Duri Bagi Pelajar 'Cerita Permohonan Magang'

4 Agustus 2016   20:59 Diperbarui: 5 Agustus 2016   17:32 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun ajaran baru Perguruan Tinggi sebentar lagi akan dimulai. Mengingat kisah-kisahku yang sudah berlalu kira-kira tiga tahun lamanya, terkenang olehku betapa aku sangat beruntung dan aku bangga karena boleh berkesempatan untuk melanjutkan sekolahku ke jenjang yang lebih tinggi. Berbangga pada diriku ini karena aku ternyata mampu melakukannya dengan baik dan jujur. Kini aku dapat bercerita kepada adik-adikku dan kepada siapa saja betapa kerja keras itu akan membuahkan hasil yang manis, aku telah membuktikan itu.

Proses belajar-mengajar akan sangat menarik apabila guru yang mengajar adalah seseorang yang profesional dan sangat idealis. Tampak dari suasana kelas yang asik, guru tersebut tahu bagaimana cara memikat hati, semangat dan perhatian murid-murid nya. Anak didik pasti akan banyak mendapat hal-hal baru yang mana akan menambah ilmu pengetahuannya, misalnya saja dengan sharing pengalaman dari sang guru, rekomendasi buku, serta sesi pertanyaan yang merangsang cara berpikir adalah hal yang selalu dinantikan oleh setiap pelajar. Doktrin dan ajaran juga termasuk di dalamnya, istilahnya cuci otak. Makanya tidak heran kalau banyak alumni sebuah universitas ternama mirip-mirip dengan guru-guru besarnya yang top, entah cara bicaranya, cara pikirnya, gayanya dan prinsip hidupnya. Itu namanya foto copy yang berhasil.

Guru memang faktor ke sekian dari suksesnya pelajar. Pelajar atau mahasiswa bisa saja belajar sendiri. Literatur sudah sangat banyak, mau impor dan lokal semua sudah tersedia, tinggal kemauan saja dan disiplin. 

Walau nyatanya bisa, akan tetapi terdapat perbedaan kualitas antara yang punya guru dan yang otodidak. Metode otodidak pun hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena metode pembelajaran masing-masing orang berbeda. Pada kenyataannya gurulah yang mempunyai posisi paling strategis, memiliki peranan dan pengaruh paling besar terhadap proses pembelajaran seseorang.

Sangat disayangkan ketika kampus diisi oleh tenaga-tenaga pengajar yang tidak idealis. Berharap mahasiswa maju tapi berpikirnya masih dogmatik. Menginginkan kemanfaatan bagi umat manusia tetapi tidak mau berkorban ("berani/tidak itu sudah ada niat untuk mau berkorban", tinggal meneguhkan saja. Jika katanya sudah "tidak mau... berarti memang tidak berniat"). Kalau pun mahasiswanya berhasil Itu namanya keajaiban yang dibuat sang mahasiswa.

Motivasi yang hanya sekedar mencari duit dan tunjangan adalah racun bagi seorang guru. Mencerdaskan umat manusia sebagai visi tidak akan berarti apa-apa karena tujuannya hanya mencari uang, tidak lain dari pada itu. Guru sejati tidak bekerja untuk duit! Ada hal yang lebih mulia dari sekedar duit.

Duri Dalam Permohonan Magang

Berkesempatan untuk magang pada instansi/lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Konstitusi adalah suatu kesempatan yang sangat luar biasa bagi mahasiswa. Lembaga yang dibentuk tahun 2003 ini punya segudang prestasi dan dinilai sebagai salah satu tempat terbaik untuk belajar dan mempraktekkan ilmu yang telah ditekuni selama tiga tahun ini oleh para mahasiswa hukum, khususnya mahasiswa konsentrasi hukum tata negara. Itulah penulis dan rekan-rekan, kami mengajukan permohonan untuk magang.

Berharap akan mendapat apresiasi dan dukungan yang hangat ternyata hal itu terlalu berlebihan. Perjuangan pengurusan permohonan magang ini tidak begitu membahagiakan karena kami malah mendapatkan kalimat "Mane MoU... MoUnya mane?" Sambil telapak tangan buka-tutup meminta barang yang dimaksud."Kite tadak ade MoU dengan MK" mata tajam "Kalian jangan suke nak mandai-mandai!" "Ndak ada! ndak bisa!" Kalimat dosen semacam itu bukankah telah membunuh semangat mahasiswa yang ingin maju? Ingat menangkap setiap kesempatan emas yang tersedia?

Permohonan ini bukan tanpa sebab, mengingat banyak instansi/ lembaga pemerintah yang menawarkan kerjasama dalam hal magang dengan fakultas ternyata hanyalah formalitas! Mahasiswa layaknya hanya menjadi pesuruh. Membuat kopi, menyapu, mengepel lantai, jemput anak pegawai, membeli sarapan, pergi ke tempat foto copy, beli ATK dll. Itu memang bekerja tapi apakah itu kerja intelektual? Anak SD juga bisa kalau hanya membuat kopi! Apakah mahasiswa jauh-jauh dari daerah datang ke kota menuntut ilmu hanya untuk menjadi pesuruh di tempat magang? Ironis memang, keadaan ini sudah bukan rahasia lagi.

Tentu tidak semua tempat magang seperti itu, masih ada tempat dimana magang masih menjadi tempat praktek kerja intelektual mahasiswa. Dan yang perlu diingat, magang bukanlah satu-satunya penentu akhir/ masa depan kesuksesan seseorang pelajar.

Tentu juga dosen yang dimaksud hanyalah oknum, tetapi oknum itu punya pengaruh dengan jabatannya yang cukup strategis. Kebanyakan begitu dan sangat disayangkan. Perlu dikasihani, dengan jabatan yang strategis seperti itu tidak dapat menjadi kunci dan bamper yang menunjang kegiatan belajar mahasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun