Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pengawas Pemilu Menjadi "Macan Ompong" dalam Menangani Dugaan Tindak Pidana Pemilu

15 Maret 2019   09:48 Diperbarui: 15 Maret 2019   12:37 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Temuan di atas berangkat dari suatu pertemuan yang melibatkan puluhan ibu-ibu di suatu rumah. Sebuah foto diambil dari pertemuan itu yang menggambarkan seorang calon anggota DPRD bersalaman dengan seorang ibu dan di belakangnya ada sebuah mesin. Foto tersebut juga sempat diupload dalam media sosial dan bertuliskan "Alhamdulilah dapat ... dari caleg ..., Ibu .... Semoga bisa memajukan daerah ...."  (penulis kosongkan untuk menjaga kerahasiaan temuan).

Keterbatasan kewenangan menjadi penyebab utama dalam pengusutan temuan di atas karena Pengawas Pemilu (Unsur Bawaslu) tidak dapat/ tidak memiliki wewenang untuk melakukan upaya paksa dalam menangani kasus dugaan TPP.

Adapun upaya yang telah dilakukan adalah melakukan investigasi di lapangan, memanggil saksi kunci dalam temuan. Namun saksi kunci itu tidak berada di rumahnya dan di kecamatan itu (kasarnya kabur). Dan Bawaslu sendiri tidak dapat berbuat banyak karena memang tidak dapat memaksa, tidak juga dapat menyita barang bukti, mehan seseorang apalagi, dsb seperti penyelidik dan penyidik dari Kepolisian.

Jika temuan semacam ini terus diakali oleh oknum yang tahu akan adanya celah yang sangat lebar dalam UU Pemilu ini maka sebenarnya demokrasi kita sangat terancam. Kontestasi tidak berjalan sehat dan bermartabat -- masyarakat lah yang dirugikan pada akhirnya.

Temuan demi temuan yang diteruskan tidak bisa lanjut ke tingkat penyidikan karena kurang bukti (saksi kabur), cara kabur demikian pasti akan sering ditiru. Sangat klasik sekali!

Dalam banyak pemberitaan, TPP yang di jadikan temuan kebanyakan adalah kasus pemalsuan identitas. Pemalsuan identitas tidak sama dengan saksi yang melarikan diri dan barang bukti yang dihilangkan. Kasus dugaan TPP kebanyakan dihentikan karena tidak cukup alat bukti sebagaimana Pasal 184 KUHAP (walau tidak disebutkan apa yang kurang).

Pemalsuan identitas, data dan hal-hal yang berbau administratif mungkin relatif mudah dalam menindaknya, karena hanya perlu jeli dan kroscek. Identitas yang palsu juga tidak bisa kabur berbeda dengan saksi kunci yang dapat melarikan diri dan barang bukti yang dihilangkan, keduanya tidak mungkin bisa di cari dengan kewenangan yang sangat terbatas.

Jika bisa diistilahkan - Pengawas Pemilu ini dalam menangani dugaan TPP lebih tepatnya hanya menjadi "Macan Ompong," macan ompong yang hanya bisa teriak-teriak tapi tidak bisa gigit! Jangan sampai Bawaslu kehilangan marwahnya sebagai Pengawas Pemilu.

Maka diperlukan penanganan cepat agar alat bukti ini dapat dipenuhi, penulis tidak sependapat dengan Kepolisian dan Kejaksaan yang hanya menginginkan alat bukti ini ada dan lengkap tanpa mau tahu kesulitan di lapangan. 

Jika hanya bicara "Alat bukti kita lemah, tidak memenuhi Pasal 184 KUHAP. Kami bekerja sesuai KUHAP. Hentikan saja mengusut kasus ini karena lemah. Jika dilimpahkan ke kami di masa waktu yang terbatas, nanti kami yang kena karena ini adalah politik, satu kasus saja nama kami sudah terdengar sampai nasional oleh ..., apalagi kalau orangnya tidak dapat dijerat -- lepas, posisi kami sangat terancam" argumen yang tidak berfaedah.

Jika kita tahu Pengawas Pemilu ini hanya macan ompong, lebih baik duduk bersama membicarakan solusinya. Kembali lagi ke Pasal 486 ayat (1) UU Pemilu, bahwa kehadiran Sentra Gakkumdu dimaksudkan untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan TPP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun