Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ethos, Pathos dan Logos dalam SKD CPNS 2018

30 Oktober 2018   11:35 Diperbarui: 30 Oktober 2018   14:57 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.dream.co.id

Tiga komponen yang meliputi TWK, TIU dan TKP menyaring hanya orang-orang yang sesuai kriteria di atas saja yang dapat lulus. Karena menjadi negarawan saja, misalnya mahasiswa yang rajin demo, rajin mengkritisi pemerintah dengan idealismenya tapi intelektualnya kurang, dan memiliki sikap yang kurang baik dan kurang bijaksana akan terkendala di TIU dan TKP. 

Ini terjadi pada banyak teman-teman penulis yang selalu berbicara tentang nengara, tentang jeroan-jeroan yang ada di dalam negara tapi nilai kuliahnya hancur-hancuran, ngulang-ngulang terus. Kesimpulannya mereka hanya mengkritis tapi tidak punya kualifikasi di bidang itu dan kurang baik dan bijak dalam menjalani hidupnya.

Kalau bijak dan punya karakter baik tentunya mereka akan belajar agar nilai mereka baik dan tidak mengulang-ulang mata kuliah, juga mereka akan lebih rendah hati untuk belajar karena yang mereka kritisi sendiri mereka tidak paham. Tidak paham apa yang mereka bicarakan, tidakk paham konsep, tidak paham penyelesaian masalah dan tentu saja tidak paham diri sendiri mau ke mana. Hancur negara kalau orang begini ada di dalamnya.

Yang kedua adalah mereka yang biasanya langganan ranking di bangku sekolahan. Secara umum mereka yang memiliki intelektual yang tinggi ini adalah orang yang kompeten, disiplin sekaligus adalah orang-orang yang dingin, mungkin juga sombong dan kurang pandai bersosial. Mereka hidup untuk diri mereka sendiri di dalam dunia yang mereka anggap hanyalah sebuah kompetisi atau tidak lebih. 

Selama berkuliah mereka kebanyakan hanya terfokus pada angka tanpa belajar hal-hal yang lain, kebanyakan juga angkuh dan menganggap remeh orang lain dan sangat apatis dengan lingkungan sekitar. 

Mereka mungkin akan lolos di TIU karena mereka punya intelektual, tapi mereka akan terkendala di TWK dan TKP, karena mereka bukanlah orang yang negarawan dan sikap mereka kurang baik dan tidak bisa mengayomi sekitar. Ini terjadi pada kebanyakan teman penulis yang nilainya A terus. 

Menganggap peduli sesama tidak penting, yang penting diri sendiri. Organisasi tidak penting yang penting angka. Kampus tidak penting, orang di jalanan tidak penting, orang di pasar tidak penting, yang penting aku lulus. 

Bagaimana bisa urus negara yang orangnya ratusan juta, memperhatikan segelintir orang saja tidak mau dan malah pilih-pilih untuk bergaul dengan kelas tertentu. ASN menjadi begitu angkuh dan tidak punya spirit melayani.

Yang ketiga adalah mereka yang baik dan berjiwa sosial. Mereka memang tenang dan stabil di dalam emosi. Berdasarkan hasil pantauan penulis, kebanyakan mereka yang TKP nya tinggi salah satunya adalah mereka yang sangat memperhatikan religiusitas, kalau di dalam kampus ya para aktivis organisasi keagamaan, entah itu yang muslim, nasrani atau yang lain. Mereka selalu dan terlalu sibuk untuk hal-hal rohani. Tidak salah memang.

Memang di TKP mungkin mereka akan berhasil, tapi jika mereka "hanya sekedar baik" dan bermodal iman maka pasti mereka tidak akan memenuhi kualifikasi yang ada. Ketimpangan itu sering terjadi, banyak mereka yang hatinya baik tapi otaknya tidak kuat, tidak mampu bersaing, tidak mampu beretorika, meyakinkan orang lain dengan gagasannya yang memang layak untuk dipikirkan. Jangankan untuk bersaing, adu gagasan dan konsep saja nol besar, kalah dari mereka yang sebenarnya tidak baik tapi pintar, kan sayang sekali. Beriman saja tidak cukup, mereka yang beriman haruslah juga seorang negarawan dan punya intelektual, dan itu butuh perjuangan, butuh belajar yang tekun. Bukan hanya pintar berdoa dan rajin ikut pembinaan rohani.

Baik bagi sekitar orang saja tidak cukup karena seseorang harus bisa menjadi "problem solving" yang sama saja harus berintelektual. Bukan sekedar baik menjaga hubungan dengan sesama, tapi harus orang yang mau repot dan terbeban memikirkan negara, masalah-masalahnya, filsafat, dan konsep-konsep yang penting di dalam bernegara. Bukan hanya asalnrimo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun