Mohon tunggu...
Hendry Kornelius
Hendry Kornelius Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan konten kreator

Penulis lebih dari 120 EBook mengenai teologi, filsafat, dan musik. S1 lulusan Teologi, dan sedang kuliah S2 Filsafat di STF Driyarkara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Covid-19 dan Pudarnya Kepercayaan

25 Juni 2021   19:34 Diperbarui: 25 Juni 2021   19:39 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita hidup di masa Covid-19 tidak kunjung selesai, dan konon akan bertambah rumit. 

Kehidupan akan semakin rumit, bukan hanya karena ada Covid-19 yang semakin melonjak, melainkan ada peran kehidupan yang terus dijalankan, ada sebuah kepercayaan suci yang dipertaruhkan, singkatnya ada sebuah kehidupan di balik kehidupan ini yang dipertontonkan, dan terus digeluti.

Beberapa orang yang tergesa-gesa telah menyerang pemerintahan negaranya, dan bersikap skeptis, bahkan apatis atas kehidupan dan penderitaan yang dijalaninya sekarang. Benar kita tidak bisa mempercayai manusia secara sepenuhnya, karena mereka hanyalah manusia, namun kita juga tidak boleh bertindak parsial untuk hanya menyalahkan pemerintah, dan tidak diri kita atas kehidupan dan penderitaan yang kita jalankan hari-hari ini.

Meminjam filsafat Hegel yang tidak kalah rumit atas kerumitan yang terjadi atas kehidupan kita, kira-kira apakah yang akan Hegel katakan atas rumitnya ketidakpercayaan atas golongan kaum elite dari dulu - zaman Karl Marx, bahkan sebelumnya - sampai sekarang? 

Mungkin Hegel akan katakan, nanti dulu, kamu jangan mau dipermainkan oleh keadaan yang sebagian ini, keadaan yang terpotong-potong, hendaknya kamu tenang dan berpikir secara menyeluruh, berpikir jangan hanya ketika kamu dikenakan ketidakenakan (sial), namun juga berpikirlah ketika kamu beruntung atas tragedi yang menimpa orang lain, dan bukan hanya atas tragedi kamu yang menguntungkan orang lain. 

Sebagian orang akan terus menaruh rasa curiganya kepada kaum elite atas apa yang terjadi di semesta bumi ini, dan memang natur mereka adalah menyerahkan dan menuduh kaum atas selalu harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan kaum bawah, bahkan sekalipun itu Tuhan, dia tetap harus bertanggung jawab. 

Nanti dulu, sikap seperti ini adalah sikap yang begitu tidak adil atas kehidupan ini, tidak adil atas kehidupan ini, atas orang lain, (maybe kaum atas, maybe bahkan segolongan yang dianggap tetap di atas) bahkan atas diri sendiri. Ini adalah sikap dan prinsip yang menabrak keugaharian, itu adalah definisi kehidupan yang menabrak sana-sini yang akan terus dijalankan, yang penting ada kerumunan pengangguk, yang penting ada yang mengiyakan secara brutal, sekalipun itu menabrak dan begitu mengecewakan logika manusia. 

Lalu bagaimana kita menyikapi kompleksitas Covid-19 ini? 

Pertama-tama kita perlu menjadi manusia yang arif, manusia yang arif itu tidak menyalahkan siapa pun atas kehidupan yang dijalaninya, manusia yang bijaksana adalah tahu bahwa dirinya bertanggung jawab atas hidupnya, dia tidak memberikan orang lain beban yang tidak seharusnya, dia bertindak tidak sembrono terhadap tanggung jawab dirinya. 

Kedua, orang sering kutip Socrates yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang berbuat jahat secara sengaja, maka dengan jalan ini, kalau pun kaum elite berbuat jahat kepada kaum bawah, itu pun tidak secara sengaja, pasti maksudnya adalah baik, tetapi sayangnya maksud baik itu tidak ditujukan kepada anda, melainkan yang lain, namun yang begitu sering dilupakan bahwa Socrates selain mengatakan perihal tidak ada orang yang berbuat jahat secara sengaja.

Socrates di dalam dimensi yang sama juga telah mengatakan bahwa tidak ada orang yang berbuat baik secara sengaja, maka kalau anda menerima kebaikan dari orang lain, yaitu adalah kebetulan keberpihakan saja, kebetulan saat itu anda mendapatkan maksud baik dari orang itu secara tidak sengaja, maka apa? Maka hendaknya kita tidak melihat manusia lainnya (entah golongan atas atau bawah) terlalu jahat atau terlalu baik, semuanya punya maksudnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun